Selasa, 21 Oktober 2008

RAJA-RAJA SUNDA.

Penemuan Batutulis peninggalan Kerajaan Tarumanagara.



Diblog saya ini, akan saya pergunakan untuk membahas dari sejarah-sejarah yang ada di Nusantara tetapi yang terfokus adalah pembahasan mengenai sejarah dari Jawa Barat. Ini karena saya berasal dari Jawa Barat dan kecintaan saya terhadap peninggalan-peninggalan sejarah Jawa Barat / Sunda. Bila bukan orang Jawa Barat sendiri yang melestarikan sejarah dan peninggalannya, siapa lagi ?

Yang akan saya bahas mula-mula diblog ini adalah :



  • Daftar Raja-raja Sunda

- Raja - raja Salakanagara - Raja - raja Tarumanagara
- Raja - raja Sunda - Raja - raja Galuh
- Raja - raja Pajajaran


Kenapa Daftar Raja-raja Sunda ?


Untuk memulai suatu penelusuran sejarah, kita harus mengetahui dahulu silsilah dari raja-raja itu sendiri. Selain berguna untuk mengetahui masa dari sejarah yang akan kita baca atau yang kita bahas, berguna juga untuk peruntutan alur cerita dari sejarah itu .


Silsilah dari raja sunda yang akan saya tulis ini diambil dari literatur-literatur yang banyak ditulis dan dibahas mengenainya, dan ini merupakan hasil penelitian para ahli sejarah yang diambil dari situs-situs pada Batu bertulis yang banyak tersebar di Jawa Barat ini , atau hasil penemuan naskah-naskah kuno yang biasanya ditulis pada daun lontar dan juga dikompare dengan berita-berita yang tercatat di negeri asing.

Selama ini kita hanya tahu bahwa kerajaan yang tertua di Indonesia adalah kerajaan Kutai dan juga kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Tidak demikian halnya dengan Pangeran Wangsa Kerta dari Kraton Panembahan Kacirebonan beserta Panitia penyusunan Sejarah Nusantara yang menyusun naskah Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara .


Penyusunan naskah Pangeran Wangsakerta ini disusun untuk memenuhi permintaan/amanat ayahnya, Panembahan Girilaya, agar Pangeran Wangsakerta menyusun naskah kisah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Panitia didirikan untuk mengadakan suatu gotrasawala (simposium/seminar) antara para ahli (sajarah) dari seluruh Nusantara, yang hasilnya disusun dan ditulis menjadi naskah-naskah yang sekarang dikenal sebagai Naskah Wangsakerta. Gotrasawala ini berlangsung pada tahun 1599 Saka (1677 M), sedangkan penyusunan naskah-naskahnya menghabiskan waktu hingga 21 tahun (selesai 1620 Saka, 1698 M).


dari hasil seminar tempo dulu ini diketahuilah bahwa sebelum ada kerajaan Tarumanegara ternyata ada kerajaan yang lain yang lebih tua. ini dapat kita lihat di naskah Sarwakrama Raja-raja Salakanagara.


A.Raja-raja Salakanagara.


Salakanagara berdasarkan naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara diperkirakan adalah kerajaan yang paling awal di Nusantara.

Tokoh yang berkuasa disini adalah Aki Tirem, konon di kota inilah yang disebut-sebut Argyre oleh Ptolemeus tahun 150 M , yang terletak di daerah teluk Lada Pandeglang.



Raja pertama Salakanagara adalah Dewawarman I yang berasal dari India dan awalnya adalah Duta negaranya (India) berkedudukan di Pulau Jawa (Jawadwipa).
Kemudian Dewawarman I menjadi menanti Aki Tirem atau Sang Aki Luhurmulya untuk dinikahkan dengan putrinya Pohaci Larasati.


Dewawarman I di nobatkan menjadi raja Salakanagara dengan gelar Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara.


Ibukota kerajaan bernama Rajatapura hingga tahun 326 M. yaitu dari masa Dewawarman I hingga Dewawarman VIII.


Raja-raja Salakanagara sebagai berikut :

1.Dewawarman I (130 - 168 M)
2.Dewawarman II (putra Dewarman I dengan Pohaci Larasati)
3.Dewawarman III
4.Dewawarman IV
5.Dewawarman V
6.Dewawarman VI
7.Dewawarman VII
8.Dewawarman VIII (348 - 363 M)



B.Raja-raja Tarumanagara.




1.Jayasingawarman (358-382)
Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari SALANKAYANA di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada. Setelah Jayasingawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah. Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati (Bekasi).




2. Dharmayawarman (382 - 395 M) Dipusarakan di tepi kali Candrabaga.

3. Purnawarman (395 - 434 M)
Ia membangun ibukota kerajaan baru dalam tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai dan dinamainya "Sundapura". Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397 M untuk menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya. Pustaka Nusantara,parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbalingga?) di Jawa Tengah. Secara tradisional Ci Pamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.

4. Wisnuwarman (434-455)
5. Indrawarman (455-515)
6. Candrawarman (515-535 M)

7. Suryawarman (535 - 561 M)
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Sedangkan putera Manikmaya, tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.

8.Kertawarman (561-628)
9.Sudhawarman (628-639)
10.Hariwangsawarman (639-640)
11.Nagajayawarman (640-666)
12.Linggawarman (666-669)

Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Dalam tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa (Raja Sunda pertama) dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya.

13.TARUSBAWA (669 – 723 M)

Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa Tarumanagara yang ke-13. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan keharuman jaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, cicit Manikmaya, untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari kekuasaan Tarusbawa. Karena Putera Mahkota Galuh (SENA or SANNA) berjodoh dengan Sanaha puteri Maharani Sima dari Kerajaan Kalingga, Jepara, Jawa Tengah, maka dengan dukungan Kalingga, Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya bekas kawasan Tarumanagara dipecah dua. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Dalam tahun 670 M Kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu: Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Citarum sebagai batas.



C.Raja-raja Sunda - Galuh


Setelah Tarumanagara dibagi menjadi dua kerajaan oleh Prabu Tarusbawa , yaitu Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda dengan batas wilayah : untuk sebelah Barat sungai Citarum adalah masuk wilayah kerajaan Sunda dan Sebelah Timur sungai Citarum adalah masuk wilayah kerajaan Galuh. Tapi pada intinya mereka adalah dua kerajaan bersaudara dimana Seorang Raja Sunda mungkin pula adalah seorang Raja Galuh. Daftar raja-raja sunda juga ada didalam naskah Pangeran Wangsakarta, terdapat juga dibeberapa batu tulis yang ada di Bogor & Ciamis, tercatat juga dibeberapa di naskah kuno yang ditulis di daun lontar dan yang terakhir adalah dalam babad tanah jawi. Maka tidaklah mengherankan bila pada masa lampau sering terlihat iring-iringan kerajaan Sunda yang berpindah dari Ibukota kerajaan Sunda di Pakuan (Bogor) menuju Ibukota kerajaan Galuh di Ciamis. seperti tergambar dalam naskah kuno Carita Ratu Pakuan (Kropak 410 , tersimpan di museum nasional) oleh Kai Raga dari Gunung Srimanganti (Cikuray).


=Carita Ratu Pakuan=.

Dicarita nga'betkasih
Kadeungeun Sakamaruan
Bur payung agung ngawah tugu
Nu saur manuk sabda tunggal
Nu dek mulih ka Pakuan
Saundur ti dalem Timur Kedaton Wetan
Buruan si mahut putih gede manik
Maya datar ngaranna
Dalem Sri Kencana Manik
Bumi ninggit cipta ririyak
di sangiang pandan larang
Dalem si pawindu hurip


terjemahan :


Tersebutlah ngabetkasih
Bersama madu-madunya
bergerak payung kebesaran melintas tugu
yang seia dan sekata
hendak pulang ke Pakuan ( Bogor )
Kembali dari keraton di Timur (Kawali-Ciamis)
Halaman Cahaya putih induk permata
Cahaya datar namanya
Keraton berseri emas permata
Rumah berukir lukisan alun
si sangiang pandan larang
keraton penenang hidup ( Pawindu Hurip : adalah keraton Surawisesa - Kawali )


Dan Raja Sunda yang tercatat adalah :


1.TARUSBAWA (670 – 723 M)
Maharaja Tarusbawa kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru, di daerah pedalaman dekat hulu Cipakancilan. Dalam cerita Parahiyangan , tokoh Tarusbawa ini hanya disebut dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cikalbakal raja-raja Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M. Karena putera mahkota wafat mendahului Tarusbawa, maka anak wanita dari putera mahkota (bernama Tejakancana) diangkat sebagai anak dan ahli waris kerajaan.Suami puteri inilah yang dalam tahun 723 menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda.



2. Sanjaya / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama (723 – 732M)
Cicit Wretikandayun ini bernama Rakeyan Jamri. Sebagai penguasa Kerajaan Sunda ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan kemudian setelah menguasai Kerajaan Galuh ia lebih dikenal dengan Sanjaya. Ibu dari Sanjaya adalah SANAHA, cucu Maharani SIMA dari Kalingga, di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa / SENA / SANNA, Raja Galuh ketiga, teman dekat Tarusbawa. Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Sena di tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh PURBASORA. Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tapi lain ayah. Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa. Ironis sekali memang, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanegara / Kerajaan Sunda.Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh, dengan bantuan Tarusbawa, untuk melengserkan Purbasora. Setelah itu ia menjadi Raja Kerajaan Sunda Galuh. Sebagai ahli waris Kalingga, SANJAYA kemudian menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi MATARAM dalam tahun 732 M. Dengan kata lain, Sanjaya adalah penguasa Sunda, Galuh dan Kalingga / Kerajaan Mataram (Hindu). Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan atau Rakeyan Panaraban.




3.Tamperan Barmawijaya / Rakeyan Panaraban (732 - 739 M)

Ia adalah kakak seayah Rakai Panangkaran, Raja Kerajaan Mataram (Hindu) ke 2, putera Sanjaya dari Sudiwara puteri Dewasinga Raja Kalingga Selatan atau Bumi SAMBARA.





4. Rakeyan Banga (739-766 M).
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766-783 M).
6. Prabu Gilingwesi, menantu no. 5,(783-795 M).
7. Pucukbumi Darmeswara, menantu no. 6, (795-819 M).
8 .Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus (819-891 M).
9. Prabu Darmaraksa (adik-ipar no. 8, 891 - 895 M).
10.Windusakti Prabu Dewageng (895 - 913 M).
11.Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi (913-916 M).
12.Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa, menantu no. 11, (916-942 M).
13.Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa (942-954 M).
14.Limbur Kancana,putera no. 11,(954-964 M).
15.Prabu Munding Ganawirya (964-973 M).
16.Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989 M).
17.Prabu Brajawisesa (989-1012 M).
18.Prabu Dewa Sanghyang (1012-1019M).
19.Prabu Sanghyang Ageng (1019 - 1030 M), berkedudukan di Galuh.

20.Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati (1030‚ - 1042 M ), berkedudukan di Pakuan. Pada masa itu Sriwijaya / orang Melayu menjadi momok yang menakutkan. Kerajaan Sunda Galuh untuk menghindari konflik dengan Sriwijaya, melakukan hubungan pernikahan antara raja ke 19, Prabu Sanghyang Ageng (Ayah dari Sri Jayabupati) dengan putri Sriwijaya. Jadi ibu Sri Jayabupati adalah seorang puteri Sriwijaya dan masih kerabat dekat Raja WURAWURI. Permaisuri Sri Jayabupati adalah puteri Dharmawangsa (adik Dewi LAKSMI isteri AIRLANGGA). Karena pernikahan tersebut Jayabupati mendapat anugerah gelar dari mertuanya (DHARMAWANGSA). Gelar itulah yang dicantumkannya dalam Prasasti Cibadak. Raja Sri Jayabupati pernah mengalami peristiwa tragis. Dalam kedudukannya sebagai Putera Mahkota Sunda keturunan Sriwijaya dan menantu Darmawangsa, ia harus menyaksikan permusuhan yang makin menjadi-jadi antara Sriwijaya dengan mertuanya (Dharmawangsa). Pada puncak krisis ia hanya menjadi 'penonton' dan terpaksa tinggal diam dalam kekecewaan karena harus 'menyaksikan' Darmawangsa diserang dan dibinasakan oleh raja Wurawuri atas dukungan Sriwijaya. Ia diberi tahu akan terjadinya serbuan itu oleh pihak Sriwijaya, akan tetapi ia dan ayahnya 'diancam' agar bersikap netral dalam hal ini. Serangan Wurawuri yang dalam Prasasti Calcuta disebut Pralaya itu terjadi tahun 1019 M. Sriwijaya sendiri musnah di tahun 1025 karena serangan Kerajaan Chola dari India. Tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi, menaklukan Sriwijaya, dan berkuasa selama dua ratus tahun. Dua abad kemudian, kedua kerajaan tersebut menjadi taklukan kerajaan Singhasari di era Raja Kertanegara, dengan mengirimkan Senopati Mahisa / Kebo / Lembu ANABRANG, dalam ekspedisi PAMALAYU 1 dan 2, dengan pertimbangan untuk mengamankan jalur pelayaran di selat Malaka yang sangat rawan Bajak Laut setelah runtuhnya Sriwijaya di tahun 1025. Mahisa Anabrang yang menikah dengan DARA JINGGA (anak dari Raja Kerajaan Melayu Jambi, MAULIWARMADHEWA), adalah ayah dari Adityawarman, pendiri Kerajaan Pagaruyung. Dara Jingga dikenal juga sebagai BUNDO KANDUANG dalam hikayat Kerajaan Pagaruyung atau Minangkabau. Mungkin istilah MINANG-KABAU berasal dari adanya KEBO (KEBO / Mahisa / Lembu ANABRANG) yang me-MINANG putri Raja Kerajaan Dharmasraya / Kerajaan Melayu Jambi.



Kecuali Tarusbawa (No.1), Banga (no.4), dan Darmeswara (no.7) yang hanya berkuasa di Pakuan, raja yang lainnya berkuasa di Galuh dan Pakuan.

21.Raja Sunda ke 21 berkedudukan di Galuh
22.Raja Sunda ke 22 berkedudukan di Pakuan
23.Raja Sunda ke 23 berkedudukan di Pakuan
24.Raja Sunda ke-24 memerintah di Galuh

25.PRABU GURU DHARMASIKSA, mula-mula berkedudukan di Saunggalah, kemudian pindah ke Pakuan.

26.RAKEYAN JAYADARMA, berkedudukan di Pakuan. Menurut PUSTAKA RAJYARAJYA i BHUMI NUSANTARA parwa II sarga 3: RAKEYAN JAYADARMA adalah menantu MAHISA CAMPAKA di Jawa Timur karena ia berjodoh dengan putrinya MAHISA CAMPAKA bernama DYAH SINGAMURTI alias DYAH LEMBU TAL. Mahisa Campaka adalah anak dari MAHISA WONGATELENG, yang merupakan anak dari KEN ANGROK dan KEN DEDES dari kerajaan SINGHASARI. Rakeyan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal berputera SANG NARARYA SANGGRAMAWIJAYA atau lebih dikenal dengan nama RADEN WIJAYA (lahir di PAKUAN). Dengan kata lain, Raden Wijaya adalah turunan ke 4 dari Ken Angrok dan Ken Dedes. Karena Jayadarma wafat dalam usia muda, Lembu Tal tidak bersedia tinggal lebih lama di Pakuan. Akhirnya Wijaya dan ibunya diantarkan ke Jawa Timur. Dalam BABAD TANAH JAWI, Wijaya disebut pula JAKA SUSURUH dari PAJAJARAN yang kemudian menjadi Raja MAJAPAHIT yang pertama. Kematian Jayadarma mengosongkan kedudukan putera mahkota karena Wijaya berada di Jawa Timur. Jadi, sebenarnya, RADEN WIJAYA, Raja MAJAPAHIT pertama, adalah penerus sah dari tahta Kerajaan Sunda yang ke-27.



27.Prabu Ragasuci (1297 – 1303M) berkedudukan di Saunggalah dan dipusarakan di Taman, Ciamis. Ragasuci sebenarnya bukan putera mahkota karena kedudukanya itu dijabat kakaknya RAKEYAN JAYADARMA. Permaisuri Ragasuci adalah DARA PUSPA (Puteri Kerajaan Melayu) adik DARA KENCANA isteri KERTANEGARA, dari kerajaan SINGHASARI di Jawa Timur.


28.Prabu Citraganda (1303 – 1311 M), berkedudukan di Pakuan. Ketika wafat ia dipusarakan di Tanjung.


29.Prabu Lingga Dewata (1311 – 1333), berkedudukan di Kawali.




30.Prabu Ajiguna Wisesa (1333 - 1340), berkedudukan di Kawali, adalah menantu Prabu Lingga Dewata. Sampai tahun 1482 pusat pemerintahan tetap berada di sana. Bisa dikatakan bahwa tahun 1333 - 1482 adalah JAMAN KAWALI dalam sejarah pemerintahan di Jawa Barat dan mengenal 5 orang raja. Lain dengan Galuh, nama Kawali terabadikan dalam dua buah prasasti batu peninggalan PRABU RAJA WASTU yang tersimpan di "ASTANA GEDE" Kawali. Dalam prasasti itu ditegaskan "mangadeg di kuta Kawali" (bertahta di kota Kawali) dan keratonnya disebut SURAWISESA yang dijelaskan sebagai "Dalem sipawindu hurip" (keraton yang memberikan ketenangan hidup).

31.Prabu Maharaja Lingga Buana (1340 – 1357).

32.MANGKUBUMI SURADIPATI atau PRABU BUNISORA, adik Prabu Lingga Buana. Ada yang menyebut PRABU KUDA LALEAN. Dalam BABAD PANJALU disebut PRABU BOROSNGORA. Selain itu ia pun dijuluki BATARA GURU di Jampang karena ia menjadi pertapa dan resi yang ulung).

32.Prabu Raja Wastu atau Niskala Wastu Kancana(1371-1475). Beliau adalah anak Prabu Lingga Buana, dinobatkan menjadi raja pada tahun 1371 pada usia 23 tahun. Permaisurinya yang pertama adalah LARA SARKATI puteri Lampung. Dari perkawinan ini lahir SANG HALIWUNGAN (setelah dinobatkan menjadi Raja Sunda bergelar PRABU SUSUKTUNGGAL). Permaisuri yang kedua adalah MAYANGSARI puteri sulung Bunisora atau Mangkubumi Suradipati. Dari perkawinan ini lahir NINGRAT KANCANA (setelah menjadi penguasa Galuh bergelar PRABU DEWA NISKALA). Setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475, kerajaan dipecah dua diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat. Politik kesatuan wilayah telah membuat jalinan perkawinan antar cucu Wastu Kencana. JAYADEWATA, putera Dewa Niskala mula-mula memperistri AMBETKASIH (puteri KI GEDENG SINDANGKASIH). Kemudian memperistri SUBANGLARANG (puteri KI GEDENG TAPA yang menjadi Raja Singapura). Subanglarang ini keluaran pesantren Pondok QURO di PURA, Karawang. Ia seorang wanita muslim murid SYEKH HASANUDIN yang menganut MAHZAB HANAFI. Pesantren Qura di Karawang didirikan tahun 1416 dalam masa pemerintahan Wastu Kancana. Subanglarang belajar di situ selama 2 tahun. Ia adalah nenek SYARIF HIDAYATULLAH. Kemudian memperistri KENTRING MANIK MAYANG SUNDA puteri Prabu Susuktunggal. Jadilah antara Raja Sunda dan Raja Raja Galuh yang seayah ini menjadi besan. Di tahun 1482, Prabu Dewa Niskala menyerahkan Tahta Kerajaan Galuh kepada puteranya Jayadewata. Demikian pula dengan Prabu Susuktungal yang menyerahkan Tahta Kerajaan Sunda kepada menantunya ini (Jayadewata). Dengan peristiwa yang terjadi tahun 1482 itu, kerajaan warisan Wastu Kencana berada kembali dalam satu tangan. JAYADEWATA memutuskan untuk berkedudukan di Pakuan sebagai "Susuhunan" karena ia telah lama tinggal di sini menjalankan pemerintahan sehari-hari mewakili mertuanya. Sekali lagi Pakuan menjadi pusat pemerintahan. Jaman Pajajaran diawali oleh pemerintahan Ratu Jayadewata yang bergelar Sri Baduga Maharaja yang memerintah selama 39 tahun (1482 - 1521). Pada masa inilah Pakuan mencapai puncak perkembangannya.


Raja-Raja Sunda yang menjadi Raja di Mataram dan Majapahit



Jadi ada dua penerus sah dari tahta KERAJAAN SUNDA yang menjadi raja besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

1.Sanjaya / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama, raja ke 2 Kerajaan Sunda (723 – 732M), menjadi raja di Kerajaan Mataram (Hindu) (732 - 760M). Ia adalah pendiri Kerajaan Mataram Kuno, dan sekaligus pendiri Wangsa Sanjaya.

2.Raden Wijaya, penerus sah Kerajaan Sunda ke – 27, yang lahir di Pakuan, menjadi Raja Majapahit pertama (1293 – 1309 M).



D.Raja-raja Galuh, yang berjumlah 13 orang.


1. Wretikandayun (670-702)
2. Rahyang Mandiminyak (702-709)

3. Rahyang Bratasenawa (709-716)

4. Rahyang Purbasora (716-723) , sepupu no.3

5. Sanjaya Harisdarma (723-724) , anak no.3

6. Adimulya Premana Dikusuma (724-725), cucu no.4

7. Tamperan Barmawijaya (725-739), anak no.5

8. Manarah (739-783) anak no.6

9. Guruminda Sang Minisri (783-799) menantu no.8

10. Prabu Kretayasa Dewakusalesywara Sang Triwulan (799-806)

11. Sang Walengan (806-813)

12. Prabu Linggabumi (813-852)

13. Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus (819-891) ipar no.12


Catatan :
Sanjaya Harisdarma (no.5) dan Tamperan Barmawijaya (n07) sempat berkuasa di Sunda dan Galuh. Penyatuan kembali kedua kerajaan Sunda dan Galuh dilakukan kembali oleh Prabu Gajah Kulon (no.13)



E. Raja sunda setelah sri jayabhupati , berjumlah 14 orang raja :


1.Darmaraja (1042-1065)

2.Langlangbumi (1065-1155)

3.Rakeyan Jayagiri Prabu Menakluhur (1175-1157)

4.Darmakusuma (1157-1175)

5.Darmasiksa Prabhu Sanghyang Wisnu (1175-1297)

6.Ragasuci (1297-1303)

7.Citraganda (1303-1311)

8.Prabhu Linggadewata (1311-1333)

9.Prabhu Ajiguna Linggawisesa (1333-1340) menantu no.8

10.Prabhu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)

11.Prabhu Maharaja Linggabuanawisesa (1350-1357) gugur dalam perang Bubat.

12.Prabhu Bunisora (1357-1371) Adik no.11

13.Prabhu Niskala Wastu Kancana (1371-1475) putra no.11

14.Prabhu Susuktunggal (1475-1482).


F.Pajajaran

Pajajaran dimulai pada masa Sribaduga Maharaja (Sri Jayadewata) , dimana ini adalah penerus dari Tahta Galuh (Prabhu Dewa Niskala) dan Tahta Pakuan (Prabhu Susuktunggal) yang digabungkan kembali menjadi satu kerajaan , dengan beribukota di Pakuan dan Istananya bernama Sri Kadatuan Bima Punta Narayana Madura Suradipati (keraton yang berjajar Lima) untuk itulah kemungkinan nama pajajaran terbentuk.


Raja - raja Pajajaran


1.Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521)
2.Surawisesa (1521 – 1535)
3.Ratu Dewata (1535 – 1543)
4.Ratu Sakti (1543 – 1551)
5.Raga Mulya (1567 – 1579)


Berakhirnya jaman Pajajaran (1482 - 1579), ditandai dengan diboyongnya PALANGKA SRIMAN SRIWACANA (Tempat duduk tempat penobatan tahta) dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa di boyong ke Banten karena tradisi politik waktu itu "mengharuskan" demikian.
Pertama, dengan dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru.
Kedua, dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusuf merupakan penerus kekuasaan Pajajaran yang "sah" karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja.
Palangka Sriman Sriwacana sendiri saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surasowan di Banten. Karena mengkilap, orang Banten menyebutnya WATU GIGILANG. Kata Gigilang berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.
Cerita mengenai Sribaduga Maharaja dapat kita temui di dalam :

- Kropak 410 ( tersimpan di museum Nasional)

- Kropak 630 ( tersimpan di museun Nasional)

- Carita Parahyangan

- Pustaka Negara Kretabhumi purwa 1 sarga 2

- Prasasti Batutulis



====


Referensi :


- Ayatrohaedi: Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah "Panitia

Wangsakerta" Cirebon. Pustaka Jaya, 2005.
- Wikipedia

2 komentar:

  1. Terus berkreasi.... memajukan sejarah sunda yang belum terkuak dengan jelas.

    BalasHapus
  2. Nuhun...mangga kita turut melestarikan dan memajukan sejarah sunda.

    BalasHapus