Senin, 12 Januari 2009

JALAN RAYA MASA PAJAJARAN







Jalan Raya Pedati Masa Pajajaran , Jalan raya tahun 1700an Dan sesudah Deandles (1808).


Oleh : Kang Yana.



A.Masa Pajajaran.


Keadaan Jalan Raya Pajajaran tidak pernah diceritakan secara panjang lebar oleh para peneliti ataupun penulis manapun didunia ini, hanya sedikit sekali naskah ataupun laporan penulisan mengenai hal ini . Karena memang sebelum kehancuran Pakuan Pajajaran pada tahun 1579 oleh Banten , belum ada seorangpun yang menceritakan / menggambarkan mengenai keadaan masa itu. Tapi dari sedikit cerita itu , kita bisa mengambil kesimpulan-kesimpulan seperti yang akan saya utarakan. Adapun kesimpulan saya itu didasarkan atas :



1. Berita tidak tertulis / cerita pada saat mengunjungi situs Karangkamulyaan, Ciamis.


Pernah mengunjungi stan Rama & Sinta ataupun tentang starwars di Dufan ? kita akan terbawa suasana hati di masa Rama Sinta ataupun masa saat terjadi perang diluar angkasa. Ataupun bila kita datang ke Seaworld Ancol , kita akan terbawa suasana hati berkelana didasar lautan. Seperti itulah bila kita memasuki kawasan situs KARANGKAMULYAAN, CIAMIS , kita akan langsung terbawa suasana masa lampau yang benar-benar masih terasa hingga saat ini. Hutan yang benar-benar lebat , dengan jalan di bawah rimbunnya pohon yang telah berusia ratusan tahun , keheningan yang terasa di telinga walaupun jalan Raya Negara berada tidak jauh dari dalam situs ini, dan yang lebih terasa lagi adalah suasana mistis yang masih menyelimuti kawasan ini bila kita berkunjung kesana. Saat sedang berjalan dibawah rerimbunan pohon yang adalah merupakan jalan dari tanah dan sedikit berlumut karena lembab , saat itulah Ua saya bercerita bahwa jalan yang kita injak ini adalah jalan raya masa lampau , dari masa tahun 800-an sampai tahun 1500-an yang masih tersisa sampai sekarang . Adalah jalan yang menghubungi antara kerajaan Galuh menuju Jawa Tengah ke arah timur dan menuju Pakuan Pajajaran ke arah Barat. Kita langsung terobsesi membayangkan dan merasakan sebagai orang ditahun 1400-an sedang berjalan menyusuri jalan itu.



2.Berita dari Naskah Kuno.



-Naskah Bujangga Manik , kira-kira thn 1400 akhir -1500 (tersimpan dimuseum Perpustakaan Bodleian di Oxford sejak tahun 1627 ).




Cuplikan Naskahnya :


sang mahapandita
“Kumaha girita ini ?” Mana sinarieun teuing
Teka ceudeum ceukreum teuing ? Mo hanteu nu kabengkengan.”
Saur sang mahapandita : “Dimana eta geusanna ?
Eundeur nu ceurik sadalem, Seok nu ceurik sajero,
Midangdam sakadatuan. Mo lain dipakancilan:
Tohaan eukeur nu mangkat, Prebu Jaya Pakuan.”
Saurna karah sakini: “Ambuing, tatanghi tingal,
Tarik-tarik dibuhaya. Pawekas pajeueung beungeut
Kita, ambu, deung awaking Hengan sapoe ayeuna.
Aing dek leumpang ka wetan. ” Saanggeus nyaur sakitu
Indit birit Sunda diri Lugay sika sundah leumpang
Sadiri tilu panti, Saturun titungtung surung,
Ulang panapak kalemah Kalangkang ngabiantara
Rejeung deung dayeuhanana Mukakeun panto kowari.
Saundur aing ti umbul, Sadiri ti pakancilan,
Sadatang ka Windu Cinta, Cunduk aing ka manguntur,
Ngalalar ka panycawara, Ngahusir ka Lebuh Ageung
Na leumpang saceundung kaen. Saundur aing ti umbul,
Sadiri ti Pakancylan, Sadatang ka Windu Cinta,
Na leumpang saceundeun kaen. Seok na janma nu nyarek:
“Tohaan na dek ka mana ? Mana sinarieun teuing!
Teka leumpang sosorangan!” Ditanya hanteu dek nyaur.
Nepi ka Pakeun Caringin, Ku ngaing teka kaliwat.
Ngalar ja Nangka Anak, Datang ka Tajur Nyanghalang,
Nyanglandeuh aing di Engkih, Meuntasing di Ci-Haliwung.
Sananyjak aing ka Bangis, Ku ngaing geus kaleumpang,
Nepi ka Talaga Hening, Ngahusir aing ka Peusing.
Na leumpang megat morentang, Meuntas aing di Ci-Lingga.
Sanepi ka Putih Birit, Panyjang tanyjakan ditedak,
Ku ngaing dipeding-peding. Sadatang aing ka Puncak,
Diuk dina mungkal datar, Teher ngahihidan awak.
Teher sia nenyjo gunung; Itu tan a Bukit Ageng,
Hulu wano na Pakuan. Sadiri aing ti inya,
Datang ka alas Eronan. Nepi aing ka Cinangsi,
Meuntas aing di Ci-Tarum. Ku ngaing geus kaleumpangan,
Meuntas di Ci-Punagara, Lurah Medang Kahiangan,
Ngalalar ka Tompo Omas, Meuntas aing di Ci-manuk,
Ngalalar ka Pada Beunghar, Ngalalar aing ka Conam,
Ka tukang bukit Cremay. Saucunduk ka Luhur Agung,
Meuntasing di Ci-Sanggarung. Sadatang ka tuntung Sunda,
Meuntasing di Ci-Pamali, Datang ka alas Jawa.
Ku ngaing geus kaideran Lurah-lerih Majapahit,
Palataran alas Demak Sanepi ka Jati Sari,
Datang aing ka Pamalang. Diinyana aing teu heubeul.


dst...



* Huruf berwarna merah adalah nama Daerah saat itu , sebagian besar masih sama namanya sampai saat ini.






Bujangga Manik ke Bali melewati Puncak Pas yang masih berkabut tebal.



Bujangga Manik yang adalah Prabu Jaya Pakuan , seorang ningrat tetapi juga adalah seorang ahli agama / resi , pergi ke Bali tidak melalui jalan Raya Utama / Jalan Pedati tetapi memotong jalan melalui Puncak Pas lalu ke Timur (Jalan ini akhirnya dibuat jalan besar pada masa Gubernur Jendral Deandels) . Bujangga Manik memang berjalan keliling Jawa & Bali hendak mengunjungi Kabuyutan / tempat suci agama Hindu masa itu. Bila di Jawa kita mengenal Candi , maka di Jawa Barat Kabuyutanlah namanya. Tempat suci yang biasa letaknya ada di puncak bukit dan gunung ( tempat yang tinggi ) dan lingkungannya / hutannya terjaga sampai saat ini (budaya Orang Sunda sejak dahulu) .



Tahun 1400 an Bujangga Manik berkeliling Jawa sampai Bali
Tidak melalui jalan Raya Pajajaran saat itu.



* Naskah Bujangga Manik menyebutkan beberapa daerah yang dilaluinya di Jawa Barat seperti :



Dimulai dari Pakancilan ( Sungai Cipakancilan, Bogor) dekat Ibukota Pajajaran (Pakuan) ,
lalu naik ke Windu Cinta dan lalu ke Tajur, melewati sungai Ciliwung ,
naik terus ke puncak pas melalui , peusing dan putih birit. Tiba di Puncak
di Gunung Ageung (Gunung Gede sebagai kabuyutan Orang Pakuan) yang di ibaratkan sebagai Kepalanya /titik tertinggi Pakuan (Hulu na Pakuan) ,
lalu turun dan membelok ke timur tidak kearah cianjur melainkan kedaerah yang disebutnya alas Eronan (kemungkinan membeloknya didaerah Cipanas , lalu Cinangsi dan melewati sungai Citarum Barat Daya Purwakarta. Dari situ tiba di Cipunagara (daerah sumedang), Medang kahiayangan (urangsunda@yahoogroup : su(m) mdang kahiyangan / tempat suci para karuhun.
Tompo Omas ( Kabuyutan gunung Tampomas) , Cimanuk (S.Cimanuk : masih di Sumedang) ,
lalu mengambil jalan ke daerah Tomo , tiba di Conam bertemu jalan raya Pajajaran masuk kedaerah kerajaan Talaga lalu (kemungkinan) ke daerah karesian di Saunggalah Kuningan ,
Bukit Cremay (bukit G.Cremay) , menurun ke Timur berlanjut dan tiba di Luhur Agung (Lur Agung, Cirebon) dan memintas di Sungai Cisanggarung sampai akhirnya tiba di Batas wilayah Pajajaran dengan Wilayah Jawa, yaitu Sungai Cipamali (Brebes).

Dalam perjalananan SANG BUJANGGA MANIK tidak menceritakan kisah perjalanannya , justru Dia menceritakan TOFOGRAFI atau banyak menyebutkan nama-nama daerah yang dilaluinya. Ini sangat bermanfaat bagi kita saat ini.




Jalan Berbatu hanya ada di Ibukota Pakuan
(Laporan Adolf Winkler thn.1690)


3.Berita dari Laporan & penelitian.


-Laporan H.Ten Dam (1957)



ditulis ulang oleh Moh. Amir Sutaarga dalam bukunya "Prabu Siliwangi", menyebutkan, bahwa ada jalan pedati yang jadi sarana transportasi ke beberapa wilayah Pajajaran.

* Dari Kota Pakuan, ada jalan raya ke wilayah Timur :

Dari Pakuan melalui Cileungsi, Cibarusa, Warunggede, Tanjungpura, Karawang, Cikao, Purwakarta, Sagalaherang, terus belok agak ke selatan untuk menuju wilayah Sumedanglarang, sedikit mengarah ke timur melalui Tomo, Sindangkasih (Majalengka), Rajagaluh, Talaga, terus ke selatan menuju ke Kawali dan berakhir di Karangkamulyan, Galuh.

* Ke Cirebon :

Dari Route diatas tadi di wilayah Rajagaluh, jalan raya itu bercabang sebagian ke utara menuju Palimanan, dan lurus ke timur menuju Singaparna dan Cirebon.


* Sementara dari Kota Pakuan ke wilayah Barat :

Menuju Tanjungbarat, Muaraberes, Tangerang dan berakhir di Banten.Jaringan jalan pedati itu sanggup meningkatkan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Jawa Barat di bawah panji Pajajaran kala itu, yaitu di saat Pajajaran dipimpin oleh Sri Baduga Maharaja (1482-1521) yang oleh sementara versi disebut sebagai Prabu Siliwangi.


Itu untuk menggambarkan betapa masyarakat Sunda pernah mengalami satu zaman yang adil makmur gemah-ripah lohjinawi. Adil pemimpinnya, sejahtera rakyatnya.Jaringan kehidupan sosial-ekonomi di masa itu memungkinkan rakyat untuk menjadi makmur.


Pajajaran, selain memiliki jaringan sarana transportasi darat seperti "highway Pajajaran", juga memiliki beberapa pelabuhan penting, beberapa di antaranya bertindak sebagai pelabuhan internasional. Pelabuhan-pelabuhan itu di antaranya adalah Pontang, Cibanten (keduanya ada di wilayah Banten), Sundakalapa, muara Cisadane, muara Citarum (ujung Karawang), dan muara Cimanuk. Pelabuhan-pelabuhan tersebut masih dipergunakan hingga masa VOC (Husein Djajadiningrat).





Jalan Pedati pada masa Pajajaran banyak melewati Hutan Belantara
dimana dipayungi oleh banyak pohon berusia ratusan tahun.


- Sumber Lainnya.

Apa yang di utarakan adalah sumber berita dari pemerhati sejarah Sunda , seperti : yang ditulis oleh http://www.galuh-purba.com/ yang sumber aslinya tidak saya ketahui , mengatakan :


* Jalan yang ke arah barat dari Pakuan :

melalui Rumpin, Jasinga, dan berakhir di Wahanten Girang (Banten) . Di tempat yang sekarang disebut sebagai situs Banten Girang masih ditemukan sisa-sisanya, berupa tanggul yang mungkin bekas dinding atau pagar jalan raya itu.

* Jalan raya yang ke arah timur, dari Pakwan Pajajaran bergerak ke arah utara, melalui :

Ratujaya (Depok) dan Muaraberes (Cibinong) , lalu berbelok ke timur melalui Cibarusa, Tanjungpura, Karawang, Cikao (Purwakarta), Wanayasa, Kutamaya (Sumedang), dan Karangsambung.
Dari Karangsambung (Kadipaten) jalan itu menuju Sindangkasih (Majalengka), dan dari situ bercabang, satu ke timur ke arah Cirebon me-lalui Rajagaluh, satunya lagi ke arah selatan, melalui Talaga terus ke Kawali.


Jalan yang ke Cirebon terus berbelok ke arah selatan, melalui Kuningan, lalu bertemu dengan jalan dari Talaga di Cikijing, ke Kawali. Alangkah baiknya jika diupayakan melacak jalan raya timur itu.



Jalan raya di kota Bogor (dekat kebun Raya) thn 1880
(Foto: Kang Dadi)


B.Jalan Raya Tahun 1700-an



-LAPORAN ABRAHAM VAN RIEBEECK (1703)

Abraham adalah putera Joan van Riebeeck pendiri Cape Town di Afrika Selatan. Penjelajahannya di daerah Bogor dan sekitarnya dilakukan dalam kedudukan sebagai pegawai tinggi VOC. Dua kali sebagai Inspektur Jenderal dan sekali sebagai Gubernur Jenderal. Kunjungan ke Pakuan tahun 1703 untuk melihat sisa Kota Pakuan , disertai pula oleh istrinya yang digotong dengan tandu.

Rute perjalanan tahun 1703:

Benteng - Cililitan - Tanjung - Serengseng - Pondok Cina - Depok - Pondok Pucug (Citayam) - Bojong Manggis (dekat Bojong Gede) - Kedung Halang - Parung Angsana (Tanah Baru).

Rute perjalanan tahun 1704:

Benteng - Tanah Abang - Karet - Ragunan - Serengseng - Pondok Cina dan seterusnya sama dengan rute 1703.

Rute perjalanan tahun 1709:

Benteng - Tanah Abang - Karet - Serengseng - Pondok Pucung - Bojong Manggis - Pager Wesi - Kedung Badak - Panaragan.

Berbeda dengan Scipio dan Winkler, van Riebeeck selalu datang dari arah Empang. Karena itu ia dapat mengetahui bahwa Pakuan terletak pada sebuah dataran tinggi. Hal ini tidak akan tampak oleh mereka yang memasuki Batutulis dari arah Tajur. Yang khusus dari laporan Van Riebeeck adalah ia selalu menulis tentang "de toegang" (jalan masuk) atau "de opgang" (jalan naik) ke Pakuan.

Beberapa hal yang dapat diungkapkan dari ketiga perjalanan Van Riebeeck adalah:
Alun-alun Empang ternyata bekas alun-alun luar pada zaman Pakuan yang dipisahkan dari benteng Pakuan dengan sebuah parit yang dalam (sekarang parit ini membentang dari Kampung Lolongok sampai Ci Pakancilan).
Tanjakan Bondongan yang sekarang, pada jaman Pakuan merupakan jalan masuk yang sempit dan mendaki sehingga hanya dapat dilalui seorang penunggang kuda atau dua orang berjalan kaki.

Tanah rendah di kedua tepi tanjakan Bondongan dahulu adalah parit-bawah yang terjal dan dasarnya bersambung kepada kaki benteng Pakuan. Jembatan Bondongan yang sekarang dahulunya merupakan pintu gerbang kota.
Di belakang benteng Pakuan pada bagian ini terdapat parit atas yang melingkari pinggir kota Pakuan pada sisi Ci Sadane.


C.Jalan Raya Herman Willem Daendles (1808) - Groote Postweg (Jalan Raya Pos).


Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, membentang 1000 km sepanjang utara Pulau Jawa, dari Anyer sampai Panarukan. Dibangun di bawah perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu : Herman Willem Daendels (1762-1818). Ketika baru saja menginjakkan kakinya di Pulau Jawa Daendels berangan untuk membangun jalur transportasi sepanjang pulau Jawa guna mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Angan-angan Daendels untuk membangun jalan yang membentang antara Pantai Anyer hingga Panarukan, direalisasikannya dengan mewajibkan setiap penguasa pribumi lokal untuk memobilisasi rakyat, dengan target pembuatan jalan sekian kilometer. Yang gagal, termasuk para pekerjanya, dibunuh. Kepala mereka digantung di pucuk-pucuk pepohonan di kiri-kanan ruas jalan. Gubernur Jendral Daendels memang menakutkan. Ia kejam, tak kenal ampun. Degan tangan besinya jalan itu diselesaikan hanya dalam waktu setahun saja (1808). Suatu prestasi yang luar biasa pada zamannya. Karena itulah nama Daendels dan Jalan Raya Pos dikenal dan mendunia hingga kini. Tetapi sumber Ingrris menyebutkan bahwa jumlah pekerja yang tewas adalah sebanyak 12.000 Orang.


Rutenya :


Bermula dari Anyer, Serang, Tangerang , Batavia, Bogor melalui Cibinong, ke Cianjur melalui Puncak terus ke Padalarang , Bandung ,Cileunyi , Tanjungsari , ke Sumedang melalui Cadas Pangeran, Tomo, Kadipaten, Palimanan, Cirebon , Pantura sampai Tuban , Gresik , Surabaya, Probolinggo sampai Panarukan.



Puncak Pas (1880) - Groote Postweg
(Foto : Kang Iman Nugraha)



Puncak Pass (1880)
(Foto : Kang Dadi)




Puncak (1880), dari Sindanglaya ke Cianjur
(Foto : Thunder Community)



Puncak Sindanglaya
(Foto: Thunder Community)




Puncak ke Cianjur thn 1880-an
(Foto: Thunder Community)




Puncak dari Gadog ke Cipanas (1880-an)
(Foto : Thunder Community)



KESIMPULAN :


1.Jalan Raya Pajajaran sebenarnya sudah ada sejak masa Prabu Wretikandayun (thn 700-an) dari Galuh yang juga adalah masih keturunan dari Kerajaan Tarumanegara yaitu Prabu Linggawarman.

2.Jalan Raya Pajajaran (dari Galuh ke Pakuan) adalah jalan yang digunakan masyarakat lampau dan juga para pembesar/Raja dan Permaisuri Raja-raja Sunda yang Hijrah dari Galuh ke Pakuan atau sebaliknya. Karena Ibukota Sunda saat itu sering berpindah di kedua kota itu.

3.Keadaan Jalan Raya saat itu tidak pernah diceritakan oleh sumber sejarah manapun. Tidak ada Naskah daun lontar atau prasasti yang menceritakannya. Kecuali Prasasti Batutulis sedikit mengatakan bahwa Prabu Niskala Wastu Kancana adalah prabu yang telah membuat Parit pertahanan dan jalan berbatu di Pakuan.

4.Sumber sejarah yang mengatakan nama daerah hanya di Naskah Bujangga Manik yang melakukan perjalanan mengunjungi tempat suci di Pulau jawa dan Bali.

5.Hanya H.Ten dam (seorang peneliti Asing) tahun 1957 yang menyebutkan route jalan dari Pakuan ke Galuh di masa kerajaan Pajajaran.

6.Herman Willem Daendels membuat jalan Raya dari Anyer sampai Panarukan untuk membentengi Jawa dari serangan Inggris, dan juga untuk kepentingan Belanda saat itu. Rute yang ditempuh dari Batavia melalui Bogor ke Cianjur dan seterusnya ke Bandung mengikuti rute pasukan Mataram dan Sumedang Larang sewaktu menyerang VOC di Batavia.
===================
sumber :
-Wikipedia Ensiklopedia
-Galuh-purba.com
-Akibalangantrang.blogspot.com
-Urang Sunda@yahoogroups.com

Sabtu, 15 November 2008

ISTANA PAKUAN & ISTANA GALUH.



TENTANG ISTANA PAKUAN -BOGOR , ISTANA SURAWISESA -GALUH , KAWALI ,
DAN KERATON PAKUNGWATI -CIREBON.

Oleh : Kang Yana

Ini bukan menceritakan hasil penelitian , tetapi hanyalah telahaan pribadi mengenai bagaimana sih rupa dari Istana Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati pada jaman Sri Baduga Maharaja (raja pajajaran) yang berkedudukan di Pakuan - Bogor dan keraton Surawisesa yang adalah istana di jaman Prabu Maharaja Niskala Wastu Kancana (kakek dari Sri Baduga Maharaja) dan Prabu Dewa Niskala , (raja Sunda) yang adalah Ayah dari Sri Baduga Maharaja.

Kedua Istana ini (Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati dan Istana Surawisesa ) menurut saya adalah istana yang bentuk bangunan serta tata letak ruang-ruang didalam keratonnya hampir sama dengan Keraton Pakungwati - Cirebon . Sama dalam hal apa ?

1. Letak dan tata ruangnya bisa di perkirakan mirip.
2. Bahan / batuan untuk Bangunan yaitu terbuat dari Batu bata.

* Kenapa sama dengan Keraton Pakung wati ?

Kita tahu bahwa pendiri kesultanan Cirebon adalah PANGERAN CAKRABUANA atau PANGERAN WALANGSUNGSANG ( lihat naskah tua : nagara kertabumi , ditulis oleh Pangerang Wangsakerta dan juga Purwaka Caruban Nagari , oleh Pangeran Arya Cirebon). Pangeran Walangsungsang adalah Kakak dari Nyai Rara Santang yang adalah anak Tertua dan kedua dari Prabu Sri Baduga Maharaja ( Raja Pajajaran ) . Dan Nyai Rara Santang yang juga adalah Ibunda dari SUNAN GUNUNG JATI. Artinya bahwa Sunan Gunung Jati adalah Cucu dari Sri Baduga Maharaja yang raja Pajajaran.

Istana Pakungwati didirikan oleh Pangeran Cakrabuana pada tahun 1470-an didaerah yang bernama lemahwungkuk.

Sebagai putra dari Sri Baduga Maharaja , Pangeran Cakrabuana 21 tahun tinggal di Istana ( Baik di Istana Pakuan , Bogor maupun di Istana Surawisesa , Kawali - Ciamis ) sebelum akhirnya pergi meninggalkan keraton Pakuan menuju Cirebon yang disusul juga oleh adiknya yaitu Nyai Rara Santang yang bersedih terus - terusan mengingat kakaknya dan menyusulnya pada saat berusia 16 tahun menuju Cirebon.


Kepindahan Prabu Sri Baduga Maharaja beserta rombongan keluarga dari Istana Surawisesa ke Istana Pakuan berkenaan dengan diangkatnya Sri Baduga Maharaja (Sri Jaya Dewata ) terekam didalam naskah tua daun lontar : CARITA RATU PAKUAN.


sudah di terjemahkan :

Tersebutlah Ambetkasih bersama madu-madunya bergerak payung lebesaran melintas tugu yang seia dan sekata hendak pulang ke Pakuan kembali dari keraton di timur halaman cahaya putih induk permata cahaya datar namanya keraton berseri emas permata rumah berukir lukisan alun di Sanghiyang Pandan-larang keraton penenang hidup.
Bergerak barisan depan disusul yang kemudian teduh dalam ikatan dijunjung bakul kue dengan tutup yang diukir kotak jati bersudut bulatan emas tempat sirih nampan perak bertiang gading ukiran telapak gajah hendak dibawa ke Pakuan.
Bergerak tandu kencana beratap cemara gading bertiang emas bernama lingkaran langit berpuncak permata indah ditatahkan pada watang yang bercungap singa-singaan di sebelah kiri-kanan payung hijau bertiang gading berpuncak getas yang bertiang berpuncak emas dan payung saberilen berumbai potongan benang tapok terongnya emas berlekuk berayun panjang langkahnya terkedip sambil menoleh ibarat semut, rukun dengan saudaranya tingkahnya seperti semut beralih.
Bergerak seperti pematang cahaya melayang-layang berlenggang di awang-awang pembawa gendi di belakang pembawa kandaga di depan dan ayam-ayaman emas kiri-kanan kidang-kidangan emas di tengah siapa diusun di singa barong. Bergerak yang di depan, menyusul yang kemudian barisan yang lain lagi.
Yang dikisahkan dalam pantun itu adalah Ngabetkasih (Ambetkasih), isteri Sri Baduga yang pertama (puteri Ki Gedeng Sindang Kasih, putera Wastu Kancana ketiga dari Mayangsari). Ia pindah dari keraton timur (Galuh) ke Pakuan bersama isteri-isteri Sri Baduga yang lain.


Artinya adalah bahwa PANGERAN CAKRABUANA telah menempati 2 istana yang berbeda selama 21 tahun, yaitu istana Ayahnya yang adalah peninggalan dari kakeknya yaitu PRABU NISKALA WASTU KANCANA dan juga istana Pakuan di Bogor.

Ini memungkinkan bahwa apa yang sudah terekam di kehidupan Pangeran Cakrabuana di kedua Istana itu tidak akan mudah dihilangkan begitu saja . Karena itu , apa yang sudah membuat sang pangeran merasa betah dan nyaman di kedua istana itu akan diterapkan pula pada istana yang dibangunnya di Cirebon , yaitu ISTANA PAKUNGWATI - CIREBON.

Pada jaman itu batu bata sudah dipergunakan , seperti yang terdapat di Istana Pakungwati - Cirebon , peninggalan kerajaan MAJAPAHIT di Trowulan, Jawa Timur dan juga peninggalan Kerajaan di Bali seperti Kerajaan Tabanan atau dan kerajaan Klungkung yang juga adalah keturunan dari raja-raja Majapahit.

Bangunan-bangunan yang ditemukan ditrowulan menggunakan batu-bata dan yang direkatkan satu sama lainnya dengan sistem gosok.



Gapura Bajang Ratu di Trowulan, peninggalan Majapahit yang terbuat dari batu bata.



Gapura Wringin lawang sisa kerajaan Majapahit berbentuk Candi Bentar.


Seperti layaknya sebuah kerajaan di jawa pada saat itu , luar sisi keraton pastilah ada sebuah Pintu Gerbang Kerajaan lalu terdapat alun-alun (lapangan) yang ditanami oleh dua buah pohon beringin dan sampai tiba kepada Istana Raja yang dibatasi oleh tembok istana seperti yang digambarkan beberapa peneliti asing seperti :


LAPORAN SCIPIO (1687)
  • Catatan perjalanan antara Parung Angsana (Tanah Baru) menuju Cipaku dengan melalui Tajur, kira-kira lokasi Pabrik "Unitex" sekarang. Catatannya adalah sbb.: "Jalan dan lahan antara Parung Angsana dengan Cipaku adalah lahan yang bersih dan di sana banyak sekali pohon buah-buahan, tampaknya pernah dihuni".


  • Lukisan jalan setelah ia melintasi Ciliwung. Ia mencatat "Melewati dua buah jalan dengan pohon buah-buahan yang berderet lurus dan 3 buah runtuhan parit". Dari anggota pasukannya, Scipio memperoleh penerangan bahwa semua itu peninggalan dari Raja Pajajaran.

a.Pada jaman Istana Pajajaran masih ada , diluar tembok kota terdapat perkebunan buah yang ditanami oleh rakyat pajajaran pada saat itu.

b.Keadaan istana Pajajaran pada saat itu masih diselimuti oleh kabut dan masih banyak binatang buas , seperti yang diberitakan Scipio sbb :


Penemuan Scipio segera dilaporkan oleh Gubernur Jenderal Joanes Camphuijs kepada atasannya di Belanda. Dalam laporan yang ditulis tanggal 23 Desember 1687, ia memberitakan bahwa menurut kepercayaan penduduk, "dat hetselve paleijs en specialijck de verheven zitplaets van den getal tijgers bewaakt ent bewaart wort" (bahwa istana tersebut terutama sekali tempat duduk yang ditinggikan untuk raja "Jawa" Pajajaran sekarang masih berkabut dan dijaga serta dirawat oleh sejumlah besar harimau).


Laporan Adolf Winkler (1690)
Laporan Scipio menggugah para pimpinan Kumpeni Belanda. Tiga tahun kemudian dibentuk kembali team ekspedisi dipimpin oleh Kapiten Winkler. Pasukan Winkler terdiri dari 16 orang kulit putih dan 26 orang Makasar serta seorang ahli ukur.
Perjalanan ringkas ekspedisi Winkler adalah sebagai berikut :

Seperti Scipio, Winkler bertolak dari Kedung Halang lewat Parung Angsana (Tanah Baru) lalu ke selatan. Ia melewati jalan besar yang oleh Scipio disebut "twee lanen". Hal ini tidak bertentangan Scipio. Winkler menyebutkan jalan tersebut sejajar dengan aliran Ciliwung lalu membentuk siku-siku. Karena itu ia hanya mencatat satu jalan. Scipio menganggap jalan yang berbelok tajam ini sebagai dua jalan yang bertemu.

Setelah melewati sungai Jambuluwuk (Cibalok) dan melintasi "parit Pakuan yang dalam dan berdinding tegak ("de diepe dwarsgragt van Pakowang") yang tepinya membentang ke arah Ciliwung dan sampai ke jalan menuju arah tenggara 20 menit setelah arca. Sepuluh menit kemudian (pukul 10.54) sampai di lokasi kampung Tajur Agung (waktu itu sudah tidak ada). Satu menit kemudian, ia sampai ke pangkal jalan durian yang panjangnya hanya 2 menit perjalanan dengan berkuda santai.

Bila kembali ke catatan Scipio yang mengatakan bahwa jalan dan lahan antara Parung Angsana dengan Cipaku itu bersih dan di mana-mana penuh dengan pohon buah-buhan, maka dapat disimpulkan bahwa kompleks "Unitex" itu pada jaman Pajajaran merupakan "Kebun Kerajaan". Tajur adalah kata Sunda kuno yang berarti "tanam, tanaman atau kebun". Tajur Agung sama artinya dengan "Kebon Gede atau Kebun Raya". Sebagai kebun kerajaan, Tajur Agung menjadi tempat bercengkerama keluarga kerajaan. Karena itu pula penggal jalan pada bagian ini ditanami pohon durian pada kedua sisinya.

Dari Tajur Agung Winkler menuju ke daerah Batutulis menempuh jalan yang kelak (1709) dilalui Van Riebeeck dari arah berlawanan. Jalan ini menuju ke gerbang kota (lokasi dekat pabrik paku "Tulus Rejo" sekarang). Di situlah letak Kampung Lawang Gintung pertama sebelum pindah ke "Sekip" dan kemudian lokasi sekarang (bernama tetap Lawang Gintung). Jadi gerbang Pakuan pada sisi ini ada pada penggal jalan di Bantar Peuteuy (depan kompleks perumahan LIPI). Dulu di sana ada pohon Gintung.

Di Batutulis Winkler menemukan lantai atau jalan berbatu yang sangat rapi. Menurut penjelasan para pengantarnya, di situlah letak istana kerajaan ("het conincklijke huijs soude daerontrent gestaen hebben"). Setelah diukur, lantai itu membentang ke arah paseban tua. Di sana ditemukan tujuh (7) batang pohon beringin.

Di dekat jalan tersebut Winkler menemukan sebuah batu besar yang dibentuk secara indah. Jalan berbatu itu terletak sebelum Winkler tiba di situs Bautulis, dan karena dari batu bertulis perjalanan dilanjutkan ke tempat arca ("Purwa Galih"), maka lokasi jalan itu harus terletak di bagian utara tempat batu bertulis (prasasti). Antara jalan berbatu dengan batu besar yang indah dihubungkan oleh "Gang Amil". Lahan di bagian utara Gang Amil ini bersambung dengan Bale Kambang (rumah terapung). Bale kambang ini adalah untuk bercengkrama raja. Contoh bale kambang yang masih utuh adalah seperti yang terdapat di bekas Pusat Kerajaan Klungkung di Bali.

Dengan indikasi tersebut, lokasi keraton Pajajaran mesti terletak pada lahan yang dibatasi Jalan Batutulis (sisi barat), Gang Amil (sisi selatan), bekas parit yang sekarang dijadikan perumahan (sisi timur) dan "benteng batu" yang ditemukan Scipio sebelum sampai di tempat prasasti (sisi utara). Balekambang terletak di sebelah utara (luar) benteng itu. Pohon beringinnya mestinya berada dekat gerbang Pakuan di lokasi jembatan Bondongan sekarang.

Dari Gang Amil, Winkler memasuki tempat batu bertulis. Ia memberitakan bahwa "Istana Pakuan" itu dikeliligi oleh dinding dan di dalamnya ada sebuah batu berisi tulisan sebanyak 8 1/2 baris (Ia menyebut demikian karena baris ke-9 hanya berisi 6 huruf dan sepasang tanda penutup).

Yang penting adalah untuk kedua batu itu Winkler menggunakan kata "stond" (berdiri). Jadi setelah terlantar selama kira-kira 110 th (sejak Pajajaran burak, bubar atau hancur, oleh pasukan Banten th 1579), batu-batu itu masih berdiri, masih tetap pada posisi semula.
Dari tempat prasasti, Winkler menuju ke tempat arca (umum disebut Purwakalih, 1911 Pleyte masih mencatat nama Purwa Galih). Di sana terdapat tiga buah patung yang menurut informan Pleyte adalah patung Purwa Galih, Gelap Nyawang dan Kidang Pananjung. Nama trio ini terdapat dalam Babad Pajajaran yang ditulis di Sumedang (1816) pada masa bupati Pangeran Kornel, kemudian disadur dalam bentuk pupuh 1862. Penyadur naskah babad mengetahui beberapa ciri bekas pusat kerajaan seperti juga penduduk Parung Angsana dalam tahun 1687 mengetahui hubungan antara "Kabuyutan" Batutulis dengan kerajaan Pajajaran dan Prabu Siliwangi. Menurut babad ini, "pohon campaka warna" (sekarang tinggal tunggulnya) terletak tidak jauh dari alun-alun.

Kesimpulannya :


a. Dari laporan ini masih ditemukan bekas perkebunan buah ( yang disebut-sebut sebagai kebun kerajaan)

b. Ditemukan jalan berbatu yang sangat rapih.

c. Terdapat bale kambang atau tempat bercengkrama keluarga kerajaan di luar tembok kota.

d. Ditemukan prasasti (batutulis) yang dibuat oleh Prabu Surawisesa , untuk mengenang Prabu
Sri Baduga Maharaja dan Kakeknya Maharaja Wastu Kancana.


Gapura Wringin Lawang (Majapahit) disaat ditemukan.
Kenapa peninggalan seperti ini tidak ditemukan di Bogor ?


Gapura Bajang Ratu (Majapahit) saat ditemukan


Laporan Abraham van Riebeeck (1703, 1704, 1709)


Abraham adalah putera Joan van Riebeeck pendiri Cape Town di Afrika Selatan. Penjelajahannya di daerah Bogor dan sekitarnya dilakukan dalam kedudukan sebagai pegawai tinggi VOC. Dua kali sebagai Inspektur Jenderal dan sekali sebagai Gubernur Jenderal. Kunjungan ke Pakuan tahun 1703 disertai pula oleh istrinya yang digotong dengan tandu.

Rute perjalanan tahun 1703: Benteng - Cililitan - Tanjung - Serengseng - Pondok Cina - Depok -Pondok Pucug (Citayam) - Bojong Manggis (dekat Bojong Gede) - Kedung Halang - Parung Angsana (Tanah Baru).
Rute perjalanan tahun 1704: Benteng - Tanah Abang - Karet - Ragunan - Serengseng - Pondok Cina dan seterusnya sama dengan rute 1703.
Rute perjalanan tahun 1709: Benteng - Tanah Abang - Karet - Serengseng - Pondok Pucung - Bojong Manggis - Pager Wesi - Kedung Badak - Panaragan.
Berbeda dengan Scipio dan Winkler, van Riebeeck selalu datang dari arah Empang. Karena itu ia dapat mengetahui bahwa Pakuan terletak pada sebuah dataran tinggi. Hal ini tidak akan tampak oleh mereka yang memasuki Batutulis dari arah Tajur. Yang khusus dari laporan Van Riebeeck adalah ia selalu menulis tentang "de toegang" (jalan masuk) atau "de opgang" (jalan naik) ke Pakuan.
Beberapa hal yang dapat diungkapkan dari ketiga perjalanan Van Riebeeck adalah:
Alun-alun Empang ternyata bekas alun-alun luar pada zaman Pakuan yang dipisahkan dari benteng Pakuan dengan sebuah parit yang dalam (sekarang parit ini membentang dari Kampung Lolongok sampai Ci Pakancilan).
Tanjakan Bondongan yang sekarang, pada jaman Pakuan merupakan jalan masuk yang sempit dan mendaki sehingga hanya dapat dilalui seorang penunggang kuda atau dua orang berjalan kaki.
Tanah rendah di kedua tepi tanjakan Bondongan dahulu adalah parit-bawah yang terjal dan dasarnya bersambung kepada kaki benteng Pakuan. Jembatan Bondongan yang sekarang dahulunya merupakan pintu gerbang kota.
Di belakang benteng Pakuan pada bagian ini terdapat parit atas yang melingkari pinggir kota Pakuan pada sisi Ci Sadane.
Pada kunjungan tahun 1704, di seberang "jalan" sebelah barat tempat patung "Purwa Galih" ia telah mendirikan pondok peristirahatan ("somerhuijsje") bernama "Batutulis". Nama ini kemudian melekat menjadi nama tempat di daerah sekitar prasasti tersebut.
Kesimpulannya :

a. Terdapat alun-alun luar di masa kerajaan Pajajaran.
b. Benteng pertahanan Kerajaan Pajajaran adalah Parit yang sangat terjal , yang memungkinkan
bahwa pada saat itu sangat sulit sekali musuh menembus benteng ini.
c. Setelah menaiki parit yang terjal barulah ada gerbang memasuki kota Pakuan saat itu.

Gerbang istana Pakungwati , Cirebon



Setelah kita bahas masalah luar tembok istana , mari kita bahas mengenai ISTANANYA, seperti apa ?
Kita kembali melihat Istana Pakungwati yang di bangun oleh Pangeran Cakrabuana.
1. PANCANITI : adalah Bangunan Joglo dengan empat tiang : tempat jaga prajurit
2. SITI HINGGIL : adalah bangunan yang posisinya lebih tinggi , bangunan segi empat dengan
atap berbentuk limas yang ditopang oleh 4 buah tiang
3.GERBANG Candi Bentar Disisi Utara dan Selatan, ada sebuah lukisan CANDRASANGKALA
yang berbunyi Benteng Tinata Bata Kuta atau yang menyebutkan angka tahun 1347 Caka
atau 1425 Masehi.
3.SEMAR KINANDU : Bangunan lain di siti Hinggil, Tempat penghulu Keraton.
4.MALANG SEMIRANG : Bangunan segi empat dengan 4 tiang tempat duduk Sultan bila ada
upacara keagamaan.
5.GAMELAN SEKATI: Berbentuk segi empat , tiang empat buah atap berdaun sirap , tempat
menyimpan Gamelan .
6.TEMPAT DUDUK SULTAN : yang disebut sebagai Siti Hinggil.
7.PASEBEM PANGADA :untuk tempat Prajurit , dan didepannya ada tembok kedua untuk
memasuki keraton yang disebut Pintu Gledek yang berbentuk Paduraksa
berjumlah 2 buah.
8.DALEM AGUNG :
- KARANG PAWITAN : Padepokan sebagai tempat tinggal guru ngaji.
- TAMAN SARI : Tempat mandi para Putri Raja
- GEDONG SINGA : terletak di sebelah Timur pintu tengah , dipergunakan untuk menyimpan
kereta singa dengan ukiran yang sangat indah dibagian kepala dan sayap.
Ditarik oleh kerbau bule.
- SRIMANGANTI : Sebelah gedong singa , tempat jaga Perwira kerajaan.
- LUNJUK : Fungsi hampir sama dengan SRIMANGANTI.
- LAPANGAN RUMPUT ada arca Singa Kembar yang saling berhadapan .


9. JINEM PANGRAWIT : Terdapat diruang dalam (ruang Utama) ruangan ini terbuka dan
berguna sebagai ruang penerima tamu.
10.PRINGGODANI : Sebagai tempat upacara penerimaan tamu keraton.
11.Sebelah selatan Pringgodani ada ruang bertangga untuk menyimpan jenasah sultan sebelum
dikebumikan . Ini juga terdapat di Istana Ratu Boko Jogjakarta yang dibangun
tahun 800 an Masehi.
12.DALEM ARUM : sebelah kiri Pringgodani, sebagai tempat tinggal Raja.
13.KEPUTREN : Tempat tinggal para Putri Raja.
14.Dibelakang Keraton ada Lapangan Rumput yang luas sebagai taman keraton , dilengkapi oleh
kolam ikan dan gunung-gunungan.



Gerbang IstanaPakungwati berbentuk Candi Bentar
Bangunan terbuka dengan tiang 4 buah adalah tempat prajurit istana.


Gerbang istana Pakungwati , Cirebon



Pintu Gledek, Istana Pakungwati.

Contoh Taman sari Kraton Jogjakarta.


Salah satu Contoh Kolam di istana Raja di Bali.



Sebuah kolam di Istana Pakungwati.



* ada gambaran lain mengenai istana SURAWISESA DAN ISTANA DIPAKUAN , yaitu kalimat didalam CARITA RATU PAKUAN seperti :

artinya :

Tersebutlah Ambetkasih bersama madu-madunya bergerak payung kebesaran melintas tugu yang seia dan sekata hendak pulang ke Pakuan kembali dari keraton di timur halaman cahaya putih induk permata cahaya datar namanya keraton berseri emas permata rumah berukir lukisan alun di Sanghiyang Pandan-larang keraton penenang hidup.

Diceritakan disini bahwa Istana Surawisesa adalah istana yang megah bersinar bagai permata , banyak ornamen istana terbuat dari Emas dan banyak profil terbuat dari kayu jati yang diukir.

Mengenai bentuk ukirannya bisa kita jumpai di Pintu Gledek keraton Pakungwati atau pada ornamen-ornamen di tiang Masjid Ciptarasa Cirebon yang dibangun pada tahun 1480-an .

* Jalan raya pedati di kota Pakuan Bogor lebih baik dari Jalan yang berada di kota Kawali, Ciamis sebagai ibukota kerajaan Galuh , Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja) telah membuat jalan yang dibatu , membuat parit benteng kota, membuat hutan Samida , membuat Telaga Renawijaya . Ini diceritakan oleh Prabu Surawisesa yang adalah putra bungsu dari Sri Baduga Maharaja (Raja Sunda) adik satu ayah dari Pangeran Cakrabuana yang ditulisnya pada sebuah Batu, dan Prasasti ini sekarang masih berada dikawasan Batutulis, Bogor Selatan.

* Ada petilasan jalan pedati yang sampai sekarang , baik keadaan fisik maupun tempatnya masih terawat sampai saat ini. Jalan Raya Pedati ini menghubungkan antara Galuh menuju Pakuan. Bisa dijumpai di Kabuyutan / Petilasan Ciung Wanara disitus KARANGKAMULYAAN, Ciamis.


KENAPA TIDAK DIJUMPAI SISA ISTANA PAKUAN DAN ISTANA SURAWISESA ?


Ini adalah pertanyaan yang belum terpecahkan, kenapa ? Sebab di dua kota ini , yaitu Bogor dan Ciamis sama sekali tidak dijumpai sisa-sisa yang diketemukan. Apakah kedua Istana ini memang dihancur leburkan rata dengan tanah ?

Gapura kerajaan Majapahit pada saat diketemukan masih tampak kokoh dan tidak terkubur oleh tanah (lihat gambar diatas) karena memang gapura itu adalah bangunan yang tinggi. Sedangkan sisa peninggalan lainnya di Trowulan sudah terkubur setebal 1 meter dari lapisan atas tanah.

a.Kalaupun di Bogor dan Ciamis terdapat Gapura Kota atau Gapura Istana pasti keberadaannya juga akan tampak oleh kita sekarang ini karena tidak ikut terkubur oleh tanah.

b.Kalaupun ada sisa peninggalan dari kerajaan Pajajaran pasti akan terlacak oleh SCIPIO yang ekspedisinya dilakukan tahun 1687 . Padahal kerajaan Pajajaran hilang pada tahun 1579 pada saat dipimpin oleh PRABU RAGA MULYA artinya baru 108 tahun setelah dihancurkan oleh kesultanan Banten.



====Selesai====


Foto dan bahan bacaan :


-Wikipedia Ensiklopedia
-Bandanaku multiply
-Majapahit Kingdom.com
-Mampir sana-sini.multiply
-BP3 Jawa Timur
-Regol Jogja
-Lukisankacacirebon.Blogspot
-Sunda islam.wordpress

Rabu, 05 November 2008

Kampung Kuno

MENELUSURI KAMPUNG PENINGGALAN MASA SILAM.
Kadang terbesit di benak kita , seperti apakah daerah atau kampung dimasa silam ?
Memang agak sulit untuk membayangkannya. Apalagi jarang sekali peninggalan-peninggalan masa silam di Jawa Barat yang menceritakan suasana masa lampau baik penemuan kota dimasa kerajaan - kerajaan masih berdiri ataupun naskah kuno, naskah Carita Parahyangan dan Naskah Bujangga Manikpun tidak menceritakan suasana atau keadaan masa itu.
Ada beberapa kampung di Jawa Barat yang masih memegang tradisi - tradisi di masa lampau yang masih ada di Jawa Barat ini, seperti :
1. Kampung suku Baduy / Kenekes di daerah Pandeglang , Banten.
2. Kampung Cikondang, Pangalengan - Bandung
3. Kampung Kuta , Tambaksari - Ciamis
4. Kampung Mahmud , Bandung
5. Kampung Urug , Bogor
6. Kampung Dukuh , Cikelet - Garut
7. Kampung Naga , Salawu - Tasikmalaya
8. Kampung Pulo , Leles - Garut





Gbr : Perkampungan suku Baduy.

Perkampungan adat ini adalah perkampungan yang sejak dahulu menjungjung tinggi nilai nilai kehidupan yang diwariskan turun temurun tak putus sejak dahulu. seperti :
- Menjaga kelestarian lingkungan didaerahnya
- Melestarikan budaya- budaya yang diwariskan nenek moyangnya
- Mensakralkan dan menjauhi larangan - larangan yang sudah ditetapkan sejak dahulu.
Sehingga bisa dipastikan bahwa bentuk rumah , lingkungan dan segala budaya kehidupan kampung adat ini masih terjaga sampai saat ini.



a. Menjaga kelestarian lingkungan didaerahnya.


Lingkungan disemua daerah kampung adat di Jawa Barat ini , baik hutan , sungai, dan segala isinya sudah dapat dipastikan masih terpelihara sejak dahulu kala. Termasuk juga masyarakat Sunda modern yang tidak berada di daerah kampung adat. Seperti contohnya diciamis , banyak sekali dijumpai hutan lindung yang memang berasal dari masa lalu yang masih terpelihara sampai sekarang. Dan adalah tabu untuk mengganggu apalagi sampai merusaknya. Dan ada semacam keyakinan masyarakat bahwa bila pantangan itu di langgar akan terjadi malapetaka bagi diri dan dirinya.


Pantangan semacam ini memang adalah warisan dari para leluhur orang sunda. Kita dapat melihat aturan yang dibuat oleh PRABU DARMASIKSA yang adalah Raja Sunda ke 25 yang mengharuskan masyarakat Sunda untuk selalu menjaga kabuyutannya ( termasuk didalamnya negara , tanah yang disakralkan dan lingkungannya ) dalam amanat beliau yang ditulis di Daun Lontar yang tersimpan di KABUYUTAN CIBURUY, GARUT dan diberi nama : AMANAT GALUNGGUNG .


1.Keharusan untuk menjaga dan mempertahankan tanah kabuyutan dari gangguan orang asing, bahkan tanah kabuyutan sangat di sakralkan. Iapun mentebutkan, bahwa : lebih berharga kulit lasum (musang) yang berada ditempat sampah dari pada putra raja yang tidak mampu mempertahankan tanah airnya.

2.Memotifasi agar keturunannya untuk tetap mempertahan Galunggung. Dengan cara mendudukan Galunggung maka siapapun akan memperoleh kesaktian, jaya dalam berperang, dan akan mewariskan kekayaan sampai turun temurun.
3.Agar berbakti kepada para pendahulu yang telah mampu mempertahan tanah air pada jamannya masing-masing.





Gbr : Kampung Naga , Salawu - Tasikmalaya

Bila kita perhatikan kampung - kampung ini mempunyai peraturan yang telah digariskan seperti :
- Rumah harus menghadap Utara - Selatan ( untuk kampung Naga, Kampung Cikondang, kampung Dukuh )
- Rumah harus beratap Rumbia / daun kelapa atau ijuk .
- Rumah tidak boleh memakai kaca ( seluruh bangunan rumahnya ).
- Dipastikan seluruh kampung Adat mendekati Sungai atau Mata Air.
- Tidak boleh menggunakan Listrik beserta barang mewah lainnya.
- Lumbung padi terpisah dengan bangunan induk rumah.

Gbr : Kampung Cikondang , Bandung.
Artinya bahwa " Apa yang kita lihat hari ini di Kampung - kampung adat yang ada di Jawa Barat" bisa dipastikan juga bahwa itulah yang kita lihat kampung -kampung ini di masa lampau.

Kampung Naga , Tasikmalaya



Kampung Dukuh , Garut




Lumbung Padi Masyarakat Sunda.





==============
Sumber Foto & Berita :
-Garut.go.id
-Akibalangantrang.Blogspot
-Bandung Heritage
-Twing gallery.files
-Planet Private Ryan.Multiply
-Tusyadiah.pbase
-Rancah.blogspot

Selasa, 28 Oktober 2008

Turunan Raja Sunda / Pajajaran Yang tersisa ( II )





TURUNAN RAJA PAJAJARAN YANG TERSISA SEKARANG ?

Setelah dibahas pada Bab Turunan Raja Pajajaran Yang Tersisa (I) diketahui bahwa yang masih tercatat sebagai keturunan raja Pajajaran yang masih ada adalah semua keturunan dari Sunan Gunung Jati dari Cirebon , yaitu :



1. Keluarga Sultan Kasepuhan Cirebon ( sudah dibahas )

2. Keluarga Sultan Kanoman , Cirebon

3. Keluarga Sultan Kecirebonan

4. Keluarga Panembahan Cirebon.



Pintu Masuk Keraton Kanoman



  • SILSILAH KELUARGA SULTAN KANOMAN

1. Sunan Gunung Jati
2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul Arifin

3. Panembahan Sedang Kemuning

4. Panembahan Ratu Cirebon

5. Panembahan Mande Gayem

6. Panembahan Girilaya

7. Para Sultan :

- Sultan Kanoman I ( Sultan Badridin )
- Sultan Kanoman II ( Sultan Muhamamad Chadirudin )
- Sultan Kanoman III ( Sultan Muhamamad Alimudin )
- Sultan Kanoman IV ( Sultan Muhamamad Chadirudin )
- Sultan Kanoman V ( Sultan Muhamamad Immamudin )
- Sultan Kanoman VI ( Sultan Muhamamad Kamaroedin I )
- Sultan Kanoman VII ( Sultan Muhamamad Kamaroedin )
- Sultan Kanoman VIII ( Sultan Muhamamad Dulkarnaen )
- Sultan Kanoman IX ( Sultan Muhamamad Nurbuat )
- Sultan Kanoman X ( Sultan Muhamamad Nurus )
- Sultan Kanoman XI ( Sultan Muhamamad Jalalludin )

  • SILSILAH SULTAN KERATON KECIREBONAN


1. Pangeran Pasarean


2. Pangeran Di Pati Carbon


3. Panembahan Ratu Pangeran Dipati Anom Carbon


4. Pangeran Dipati Anom Carbon


5. Panembahan Girilaya


6. Sultan Moh Badridini Kanoman


7. Sultan Anom Raja Mandurareja Kanoman


8. Sultan Anom Alimudin


9. Sultan ANom Moh Kaerudin


10. Sultan Carbon Kaceribonan


11. Pangeran Raja Madenda


12. Pangeran Raja Denda Wijaya


13. Pangeran Raharja Madenda


14. Pangeran Raja Madenda


15. Pangeran Sidek Arjaningrat


16. Pangeran Harkat Natadiningrat


17. Pangeran Moh Mulyono Ami Natadiningrat


18. KGPH Abdulgani Natadiningrat Dekarangga




  • SILSILAH PANEMBAHAN CIREBON


1. Sunan Gunung Jati


2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul Arifin


3. Panembahan Sadang Kemuning


4. Panembahan Ratu Cirebon


5. Panembahan Mande Gayem


6. Panembahan Girilaya


7. Pangeran Wangsakerta ( Panembahan Cirebon I )


8. Panembahan Cirebon II ( Syech Moch Abdullah )


9. Panembahan Cirebon II ( Syech Moh Abdullah II )


10. Panembahan Syech Kalibata


11. Panembahan Syech Moch abdurrochman


12. Panembahan Syech Moch.Yusuf


13. Panembahan Moch Abdullah


14. Panembahan Jaga Raksa


15. K.H Moch Syafe'i


16. K.H Moch Muskawi


17. H. Moch Parma


18. H.Salimmudin


19.Hj. Siti Ruqoyah

II. KETURUNAN RAJA GALUH/KAWALI .

Prabu Borosngora adalah Adik dari Prabu Lingga Buana (Maharaja Sunda & Galuh) yang berkedudukan di Kawali , Ciamis . Pada saat Prabu Lingga Buana wafat dalam perang Bubat dengan Patih Gajah Mada, termasuk yang wafat adalah 3 putra beliau dan yang tersisa adalah Prabu Niskala Wastu Kancana yang saat itu masih berusia 9 tahun.

Sebagai pengganti diangkatlah Prabu Borosngora sebagai Raja Galuh di Kawali menggantikan kakaknya sampai usia Niskala Wastu Kancana cukup untuk menjadi Raja Galuh.

Setelah Prabu Niskala Wastu Kancana dinobatkan menjadi Raja Galuh , Pamannya yaitu Prabu Borosngora kembali ke Panjalu yang waktu itu adalah sudah menjadi kerajaan bawahan dari Sunda/Galuh.

berikut ini adalah silsilah dari KERAJAAN PANJALU :

1. Batara Tesnajati

2. Batara Layah

3. Batara Karimun Putih

4. Prabu Sanghyang Ranggagumilang ( Kebataraan Panjalu berubah menjadi kerajaan )

5. Prabu Sanghyang Lembu Sempulur I

6. Prabu Sanghyang Cakradewa

7. Prabu Sanghyang Lembu Sempulur II (kemudian mendirikan Kerajaan di Cimalaka sumedang )

8. Prabu Sanghyang Borosngora ( Prabu Bunisora ) , menggantikan posisi kakaknya menjadi Raja Panjalu.

9. Prabu Hariang Kuning.

10.Prabu Hariang Kancana ( mengganti posisi kakaknya Hariang Kuning menjadi Raja Panjalu)Setelah wafat di pusarakan di Nusa Larang , Situ Lengkong Panjalu.

11.Prabu Hariang Kuluk Kukunangteko. setelah wafat dipusarakan di Cilanglung , Simpar - Panjalu.

12.Prabu Hariang Kanjut Kadali Kancana, dipusarakan di sareupeun, Hujung Tiwi - Panjalu.

13.Prabu Hariang Kadacut Martabaya. dipusarakan di Hujungwinangun, Situ lengkong, Panjalu

14.Prabu Hariang Kunang Natabaya. Pada saat ini status kerajaan Panjalu diturunkan oleh Mataram menjadi Kabupaten. dipusarakan di Buninagara, Simpar - Panjalu.

15.Raden Arya Sumalah . Sebagai Bupati pertama Panjalu dibawah Mataram. Dipusarakan di Buninagara Simpar, Panjalu.

16.Raden Arya Sacanata/ Pangeran Arya Salingsingan. menggantikan posisi kakanya yang meninggal diusia muda, sedangkan anak Rd.Arya Sumalah masih belia. Dipusarakan di Nombo Dayeuhluhur , Kabupaten Cilacap.

17.Raden Arya Wirabaya. anak dari Raden arya Sumalah , oleh Sunan Amangkurat I dinobatkan menjadi Bupati Panjalu menggantikan pamannya Rd.Arya Sacanata. dan dipusarakan di Cilamping, Panjalu.

18.Raden Tumenggung Wirapraja. Setelah wafat dipusarakan di Warudoyong, Panumbangan , Ciamis.

19.Raden Tumenggung Cakranagara I. adalah salah seorang putra dari Raden Arya Sacanata dan diangkat oleh Pangeran Arya Cirebon menjadi Bupati Panjalu. Dan dipusarakan di Cinagara, desa Simpar - Panjalu.

20.Raden Tumenggung Cakranagara II. Dipusarakan di Puspaligar, Panjalu.

21.Raden Tumenggung Cakranagara III. Pada saat ini Gubernur jendral Belanda menurunkan posisi Panjalu dari Kabupaten menjadi Kademangan (Wedana). putranya yaitu Raden Demang Sumawijaya menjadi Demang Panjalu dan adiknya Raden Arya Cakradikusumah menjadi Demang Kawali.

22.Raden Demang Sumawijaya. Dipusarakan di Nusa Larang, Situ Lengkong , Panjalu.

23.Raden Demang Aldakusumah. mempunyai sepupu (putra wedana Kawali) yaitu Raden Argakusumah diangkat menjadi Wedana Indramayu dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara IV. Keduanya dipusarakan di Nusalarang .

24.Raden Kertadipraja. Sudah tidak lagi menjadi Demang, karena Panjalu sudah berubah menjadi Kecamatan , dibawah Kabupaten Galuh (tahun 1915 berubah menjadi Kabupaten Ciamis).

(disadur dari Webblog : Panjaloe.wordpress.com)

======

Foto : Pribadi

disadur dari : Wikipedia , panjaloe.wordpress.com

Keturunan Pajajaran yang tersisa (I)






SIAPAKAH KETURUNAN YANG MASIH HIDUP DARI KERAJAAN SUNDA / PAJAJARAN ?


Ada 5 Keluarga yang tercatat masih ada hubungan darah dengan Raja - raja Sunda / Pajajaran , sekarang ini , yaitu :



I. Keturunan dari Sunan Gunung Jati.


- Keluarga Keraton Kasepuhan , Cirebon
- Keluarga Keraton Kanoman , Cirebon
- Keluarga Keraton Kacirebonan, Cirebon
- Keluarga Panembahan Cirebon

II. Keturunan dari Prabhu Borosngora , Panjalu - Ciamis.

I. SILSILAH SUNAN GUNUNG JATI.

Sunan Gunung Jati bernama Syarif Hidayatullah, lahir sekitar tahun 1450. Ayah beliau adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar.Jamaluddin Akbar adalah seorang Muballigh dan Musafir besar dari Gujarat , India yang sangat dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar bagi kaum Sufi di tanah air. Syekh Maulana Akbar adalah putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah Khan putra Abdul Malik putra Alwi putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath , ulama besar di Hadramaut , Yaman yang silsilahnya sampai kepada RASULULLAH melalui cucu beliau IMAM HUSAIN.

Ibunda.

Ibunda Sunan Gunung Jati adalah Nyai Rara Santang , seorang putri keturunan Kerajaan Sunda, anak dari SRI BADUGA MAHARAJA / PRABU JAYA DEWATA, atau dikenal juga sebagai PRABU SILIWANGI dari perkawinannya dengan Nyai Subang Larang Seorang Muslim yang pernah belajar agama di Pasantren Syekh Quro di Karawang , yang didirikan sekitar tahun 1400. Makam dari NYAI RARA SANTANG bisa kita temui di dalam klenteng di Pasar Bogor, berdekatan dengan pintu masuk Kebun Raya Bogor.


NYAI RARA SANTANG ( Ibunda Syarif Hidayatullah ) adalah adik PANGERAN WALANGSUNGSANG bergelar PANGERAN CAKRABUANA / CAKRABUMI atau Mbah Kuwu Cirebon Girang (Pendiri Kota Cirebon) yang berguru kepada Syekh Datuk Kahfi, seorang Muballigh asal Baghdad bernama asli Idhafi Mahdi.




Keraton Kasepuhan, Cirebon
( Dibelakang Kraton ini terdapat Kraton Pakungwati - Kraton Asli Kerajaan Cirebon )


SILSILAH DARI KERAJAAN PAJAJARAN ( dari Pihak Ibu ).
- Prabhu Lingga Buana ( yang gugur dalam perang Bubat )
- Prabhu Niskala Wastu Kancana ( Raja Sunda - Galuh )
- Prabhu Dewa Niskala ( Raja Galuh-Kawali )
- Prabhu Jaya Dewata / Sri Baduga Maharaja / Prabu Siliwangi
- Rara Santang yang adalah Putri dari Prabhu Siliwangi.
- SUNAN GUNUNG JATI.


Pintu Gerbang Keraton Kasepuhan


SILSILAH KELUARGA SULTAN KERATON KASEPUHAN
1. Pangeran Pasarean
2. Pangeran di Jati Carbon
3. Panembahan Ratu
4. Pangeran Dipati Anom Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Raja Syamsudin
7. Sultan Raja Tajularipin Jamaludin
8. Sultan Sepuh Raja Jaenudin
9. Sultan Sepuh Raja Suna Moh Jaenudin.
10. Sultan Sepuh Safidin Matangaji
11. Sultan Sepuh Hasanudin
12. Sultan Sepuh I
13. Sultan Sepuh Raja Samsudin I
14. Sultan Sepuh Raja Samsudin II
15. Sultan Sepuh Raja Ningrat
16. Sultan Sepuh Jamaludin Aluda
17. Sultan Sepuh Raja Rajaningrat
18. Sultan Pangeran Raja Adipati H.Maulana Pakuningrat, SH
19. Sultan Pangeran Adipati Arif Natadiningrat.
===============

Foto : Pribadi
Sumber : Wikipedia , Babad Cirebon.

Senin, 27 Oktober 2008

NISKALA WASTU KANCANA


PRABU NISKALA WASTU KANCANA :
INILAH JEJAK (TAPAK) (DI) KAWALI TAPA BELIAU YANG MULIA PRABHU RAJA WASTU, YANG MENDIRIKAN BENTENG (BERTAHTA) DI KAWALI YANG TELAH MEMPERINDAH KEDATON SURAWISESA, YANG MEMBUAT PARIT PERTAHANAN DI SEKELILING KERAJAAN, YANG MEMAKMURKAN PEMUKIMAN , KEPADA YANG DATANG , HENDAKNYA MENERAPKAN KESELAMATAN SBG LANDASAN KEMENANGAN HIDUP DI DUNIA.





Prabu Niskala Wastu Kancana adalah putera Prabu Maharaja Lingga Buana yang gugur di medan Bubat dalam tahun 1357. Ketika Ayahanda Prabu Niskala Wastu Wafat pada saat perang Bubat dengan Gajah Mada, usia Wastu Kancana baru 9 tahun dan ia adalah satu-satunya ahli waris kerajaan yang hidup karena ketiga kakaknya meninggal. Pemerintahan kemudian diwakili oleh pamannya Mangkubumi Suradipati atau Prabu Bunisora (ada juga yang menyebut Prabu Kuda Lalean, sedangkan dalam Babad Panjalu disebut Prabu Borosngora. Selain itu ia pun dijuluki Batara Guru di Jampang karena ia menjadi pertapa dan resi yang ulung). Mangkubumi Suradipati dimakamkan di Geger Omas.



Setelah pemerintahan di jalankan pamannya yang sekaligus juga mertuanya, Wastu Kancana dinobatkan menjadi raja pada tahun 1371 pada usia 23 tahun. Permaisurinya yang pertama adalah Lara Sarkati puteri Lampung. Dari perkawinan ini lahir Sang Haliwungan, yang setelah dinobatkan menjadi Raja Sunda bergelar Prabu Susuktunggal. Permaisuri yang kedua adalah Mayangsari puteri sulung Bunisora atau Mangkubumi Suradipati. Dari perkawinannya dengan Mayangsari lahir Ningrat Kancana, yang setelah menjadi penguasa Galuh bergelar Prabu Dewa Niskala.

Setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475, kerajaan dipecah dua diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat. Politik kesatuan wilayah telah membuat jalinan perkawinan antar cucu Wastu Kencana. Jayadewata, putera Dewa Niskala, mula-mula memperistri Ambetkasih, puteri Ki Gedeng Sindangkasih, kemudian memperistri Subanglarang. Yang terakhir ini adalah puteri Ki Gedeng Tapa yang menjadi Raja Singapura.
Subanglarang ini keluaran pesantren Pondok Quro di Pura, Karawang. Ia seorang wanita muslim murid Syekh Hasanudin yang menganut Mazhab Hanafi. Pesantren Qura di Karawang didirikan tahun 1416 dalam masa pemerintahan Wastu Kancana. Subanglarang belajar di situ selama dua tahun. Ia adalah nenek Syarif Hidayatullah.
Kemudian Jayadewata memperistri Kentring Manik Mayang Sunda puteri Prabu Susuktunggal. Jadilah antara Raja Sunda dan Raja Galuh yang seayah ini menjadi besan.

JAYADEWATA adalah apa yang sekarang ini dikenal sebagai SRI BADUGA MAHARAJA atau Prabu Siliwangi.

PRABU NISKALA WASTU KANCANA adalah salah satu Raja Sunda/Galuh yang namanya ada dibeberapa prasasti di Jawa Barat dan juga terdapat dalam Naskah Kuno CARITA PARAHYANGAN serta PUSTAKA RAJYARAJYA I BHUMI NUSANTARA karya P.Wangsakerta.


1. Prasasti Batutulis Bogor :




Prasasti Batutulis Bogor


tulisannya :

Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun,
diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana
di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu hajj di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata
pun ya nu nyusuk na pakwan
diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang
ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyanl sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi


Terjemahan :

Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum
Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana ,
dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
Dialah yang membuat parit (pertahanan) PAKUAN
Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan ke Nusa Larang.
Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida[1], membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam (tahun) Saka "Panca Pandawa Mengemban Bumi".


Catatan :

-Lokasi hutan samida ini konon yang sekarang dipakai sebagai Kebun Raya Bogor.
-Ini adalah sangkala yang artinya adalah 5 5 4 1 atau kalau dibalik adalah 1455 Saka (1533 Masehi)


2. Prasasti Astana Gede , Kawali


Prasasti Astana Gede atau Prasasti Kawali merujuk pada beberapa prasasti yang ditemukan di kawasan KABUYUTAN KAWALI, kabupaten Ciamis , Jawa Barat , terutama pada prasasti "utama" yang bertulisan paling banyak (Prasasti Kawali I). Adapun secara keseluruhan, terdapat enam prasasti. Kesemua prasasti ini menggunakan bahasa dan AKSARA SUNDA (Kaganga). Meskipun tidak berisi candrasangkala , prasasti ini diperkirakan berasal dari paruh kedua abad ke-14 berdasarkan nama raja .

Berdasarkan perbandingan dengan peninggalan sejarah lainnya seperti naskah Carita Parahyangan dan Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, dapat disimpulkan bahwa Prasasti Kawali I ini merupakan sakakala atau tugu peringatan untuk mengenang kejayaan Prabu Niskala Wastu Kancana, penguasa Sunda yang bertahta di Kawali, putra Prabu Linggabuana yang gugur di Bubat.


Prasasti I : Astana Gede - Kawali , Ciamis


Teks di bagian muka:

nihan tapa kawa-
li nu sang hyang mulia tapa bha-
gya parĕbu raja wastu
mangadĕg di kuta ka-
wali nu mahayuna kadatuan
sura wisesa nu marigi sa-
kuliling dayĕh. nu najur sakala
desa aja manu panderi pakĕna
gawe ring hayu pakĕn hebel ja
ya dina buana

Teks di bagian tepi tebal:

hayua diponah-ponah
hayua dicawuh-cawuh
inya neker inya angger
inya ninycak inya rempag


Terjemahan teks di bagian muka:


Inilah jejak (tapak) (di) Kawali (dari) tapa beliau Yang Mulia Prabu Raja Wastu (yang) mendirikan pertahanan (bertahta di) Kawali, yang telah memperindah kedaton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan di sekeliling wilayah kerajaan, yang memakmurkan seluruh pemukiman. Kepada yang akan datang, hendaknya menerapkan keselamatan sebagai landasan kemenangan hidup di dunia.

Teks di bagian tepi tebal:

Jangan dimusnahkan!
Jangang semena-mena!
Ia dihormati, ia tetap.
Ia menginjak, ia roboh.



Di Batu inilah Para Raja Galuh dan Juga Raja Sunda dinobatkan
menjadi Raja ( terletak di Kabuyutan Kawali ) : Astana Gede.



Ini adalah tempat bercermin ( Lubang ditengah berisi air ) para permaisuri dan Putri
kerajaan Galuh / Sunda .




Prasasti Kawali III



Prasasti Kawali II


PRASASTI II.

Aya ma
nu ngeusi bha-
gya kawali ba-
ri pakena kere-
ta bener
pakeun na(n)jeur
na juritan.

Terjemahannya :
(semoga ada (mereka) yang kemudian mengisi (negeri) Kawali ini dengan kebahagiaan sambil membiasakan diri berbuat kesejahteraan sejati agar tetap unggul dalam perang).

Wasiat ini benar-benar memiliki makna yang universal. Mungkin jika dilarapkan untuk teori kepemimpinan tepat juga jika kaitkan dengan pepatah : Raja adil raja disembah – raja lalim raja disanggah. Raja yang tak mampu mensejahtrahkan rakyatnya, maka ia tak mungkin menguasai pentataan rakyatnya.

=PRASASTI KAWALI III

Prasasti kawali III berisikan : " Semoga ada yang menghuni di Kawali ini yang melaksanakan kemakmuran dan keadilan agar unggul dalam perang.

=PRASASTI KAWALI IV

Prasasti Kawali IV berisikan : " Sang Hyang Lingga Bingba "

=PRASASTI KAWALI V.

Prasasti Kawali V berisikan : Membentuk kotak kotak bujur sangkar berjumlah 45 buah ( 9 x 5 kotak ) seperti kalender ( kolenjer ). dibawah Kolenjer terdapat gambar telapak tangan dan sepasang telapak kaki.
Prasasti Kawali V berisikan : " Demikianlah ". kemungkinan prasasti ini adalah prasasti penutup, meskipun prasasti yang lain belum dapat diurutkan secara pasti

=PRASASTI KAWALI VI.
Prasasti yang berukuran panjang 72 cm dan lebar 62 cm , dalam posisi tidur didalamnya terdapat 6 baris tulisan.
berisikan : "peninggalan dari (yang) astiti (dari) rasa yang ada, yang menghuni kota ini jangan berjudi bisa sengsara ".


==========

Foto : Pribadi (selain foto batutulis Bogor : Wikipedia )
Bahan cerita : Wikipedia