Senin, 12 Januari 2009

JALAN RAYA MASA PAJAJARAN







Jalan Raya Pedati Masa Pajajaran , Jalan raya tahun 1700an Dan sesudah Deandles (1808).


Oleh : Kang Yana.



A.Masa Pajajaran.


Keadaan Jalan Raya Pajajaran tidak pernah diceritakan secara panjang lebar oleh para peneliti ataupun penulis manapun didunia ini, hanya sedikit sekali naskah ataupun laporan penulisan mengenai hal ini . Karena memang sebelum kehancuran Pakuan Pajajaran pada tahun 1579 oleh Banten , belum ada seorangpun yang menceritakan / menggambarkan mengenai keadaan masa itu. Tapi dari sedikit cerita itu , kita bisa mengambil kesimpulan-kesimpulan seperti yang akan saya utarakan. Adapun kesimpulan saya itu didasarkan atas :



1. Berita tidak tertulis / cerita pada saat mengunjungi situs Karangkamulyaan, Ciamis.


Pernah mengunjungi stan Rama & Sinta ataupun tentang starwars di Dufan ? kita akan terbawa suasana hati di masa Rama Sinta ataupun masa saat terjadi perang diluar angkasa. Ataupun bila kita datang ke Seaworld Ancol , kita akan terbawa suasana hati berkelana didasar lautan. Seperti itulah bila kita memasuki kawasan situs KARANGKAMULYAAN, CIAMIS , kita akan langsung terbawa suasana masa lampau yang benar-benar masih terasa hingga saat ini. Hutan yang benar-benar lebat , dengan jalan di bawah rimbunnya pohon yang telah berusia ratusan tahun , keheningan yang terasa di telinga walaupun jalan Raya Negara berada tidak jauh dari dalam situs ini, dan yang lebih terasa lagi adalah suasana mistis yang masih menyelimuti kawasan ini bila kita berkunjung kesana. Saat sedang berjalan dibawah rerimbunan pohon yang adalah merupakan jalan dari tanah dan sedikit berlumut karena lembab , saat itulah Ua saya bercerita bahwa jalan yang kita injak ini adalah jalan raya masa lampau , dari masa tahun 800-an sampai tahun 1500-an yang masih tersisa sampai sekarang . Adalah jalan yang menghubungi antara kerajaan Galuh menuju Jawa Tengah ke arah timur dan menuju Pakuan Pajajaran ke arah Barat. Kita langsung terobsesi membayangkan dan merasakan sebagai orang ditahun 1400-an sedang berjalan menyusuri jalan itu.



2.Berita dari Naskah Kuno.



-Naskah Bujangga Manik , kira-kira thn 1400 akhir -1500 (tersimpan dimuseum Perpustakaan Bodleian di Oxford sejak tahun 1627 ).




Cuplikan Naskahnya :


sang mahapandita
“Kumaha girita ini ?” Mana sinarieun teuing
Teka ceudeum ceukreum teuing ? Mo hanteu nu kabengkengan.”
Saur sang mahapandita : “Dimana eta geusanna ?
Eundeur nu ceurik sadalem, Seok nu ceurik sajero,
Midangdam sakadatuan. Mo lain dipakancilan:
Tohaan eukeur nu mangkat, Prebu Jaya Pakuan.”
Saurna karah sakini: “Ambuing, tatanghi tingal,
Tarik-tarik dibuhaya. Pawekas pajeueung beungeut
Kita, ambu, deung awaking Hengan sapoe ayeuna.
Aing dek leumpang ka wetan. ” Saanggeus nyaur sakitu
Indit birit Sunda diri Lugay sika sundah leumpang
Sadiri tilu panti, Saturun titungtung surung,
Ulang panapak kalemah Kalangkang ngabiantara
Rejeung deung dayeuhanana Mukakeun panto kowari.
Saundur aing ti umbul, Sadiri ti pakancilan,
Sadatang ka Windu Cinta, Cunduk aing ka manguntur,
Ngalalar ka panycawara, Ngahusir ka Lebuh Ageung
Na leumpang saceundung kaen. Saundur aing ti umbul,
Sadiri ti Pakancylan, Sadatang ka Windu Cinta,
Na leumpang saceundeun kaen. Seok na janma nu nyarek:
“Tohaan na dek ka mana ? Mana sinarieun teuing!
Teka leumpang sosorangan!” Ditanya hanteu dek nyaur.
Nepi ka Pakeun Caringin, Ku ngaing teka kaliwat.
Ngalar ja Nangka Anak, Datang ka Tajur Nyanghalang,
Nyanglandeuh aing di Engkih, Meuntasing di Ci-Haliwung.
Sananyjak aing ka Bangis, Ku ngaing geus kaleumpang,
Nepi ka Talaga Hening, Ngahusir aing ka Peusing.
Na leumpang megat morentang, Meuntas aing di Ci-Lingga.
Sanepi ka Putih Birit, Panyjang tanyjakan ditedak,
Ku ngaing dipeding-peding. Sadatang aing ka Puncak,
Diuk dina mungkal datar, Teher ngahihidan awak.
Teher sia nenyjo gunung; Itu tan a Bukit Ageng,
Hulu wano na Pakuan. Sadiri aing ti inya,
Datang ka alas Eronan. Nepi aing ka Cinangsi,
Meuntas aing di Ci-Tarum. Ku ngaing geus kaleumpangan,
Meuntas di Ci-Punagara, Lurah Medang Kahiangan,
Ngalalar ka Tompo Omas, Meuntas aing di Ci-manuk,
Ngalalar ka Pada Beunghar, Ngalalar aing ka Conam,
Ka tukang bukit Cremay. Saucunduk ka Luhur Agung,
Meuntasing di Ci-Sanggarung. Sadatang ka tuntung Sunda,
Meuntasing di Ci-Pamali, Datang ka alas Jawa.
Ku ngaing geus kaideran Lurah-lerih Majapahit,
Palataran alas Demak Sanepi ka Jati Sari,
Datang aing ka Pamalang. Diinyana aing teu heubeul.


dst...



* Huruf berwarna merah adalah nama Daerah saat itu , sebagian besar masih sama namanya sampai saat ini.






Bujangga Manik ke Bali melewati Puncak Pas yang masih berkabut tebal.



Bujangga Manik yang adalah Prabu Jaya Pakuan , seorang ningrat tetapi juga adalah seorang ahli agama / resi , pergi ke Bali tidak melalui jalan Raya Utama / Jalan Pedati tetapi memotong jalan melalui Puncak Pas lalu ke Timur (Jalan ini akhirnya dibuat jalan besar pada masa Gubernur Jendral Deandels) . Bujangga Manik memang berjalan keliling Jawa & Bali hendak mengunjungi Kabuyutan / tempat suci agama Hindu masa itu. Bila di Jawa kita mengenal Candi , maka di Jawa Barat Kabuyutanlah namanya. Tempat suci yang biasa letaknya ada di puncak bukit dan gunung ( tempat yang tinggi ) dan lingkungannya / hutannya terjaga sampai saat ini (budaya Orang Sunda sejak dahulu) .



Tahun 1400 an Bujangga Manik berkeliling Jawa sampai Bali
Tidak melalui jalan Raya Pajajaran saat itu.



* Naskah Bujangga Manik menyebutkan beberapa daerah yang dilaluinya di Jawa Barat seperti :



Dimulai dari Pakancilan ( Sungai Cipakancilan, Bogor) dekat Ibukota Pajajaran (Pakuan) ,
lalu naik ke Windu Cinta dan lalu ke Tajur, melewati sungai Ciliwung ,
naik terus ke puncak pas melalui , peusing dan putih birit. Tiba di Puncak
di Gunung Ageung (Gunung Gede sebagai kabuyutan Orang Pakuan) yang di ibaratkan sebagai Kepalanya /titik tertinggi Pakuan (Hulu na Pakuan) ,
lalu turun dan membelok ke timur tidak kearah cianjur melainkan kedaerah yang disebutnya alas Eronan (kemungkinan membeloknya didaerah Cipanas , lalu Cinangsi dan melewati sungai Citarum Barat Daya Purwakarta. Dari situ tiba di Cipunagara (daerah sumedang), Medang kahiayangan (urangsunda@yahoogroup : su(m) mdang kahiyangan / tempat suci para karuhun.
Tompo Omas ( Kabuyutan gunung Tampomas) , Cimanuk (S.Cimanuk : masih di Sumedang) ,
lalu mengambil jalan ke daerah Tomo , tiba di Conam bertemu jalan raya Pajajaran masuk kedaerah kerajaan Talaga lalu (kemungkinan) ke daerah karesian di Saunggalah Kuningan ,
Bukit Cremay (bukit G.Cremay) , menurun ke Timur berlanjut dan tiba di Luhur Agung (Lur Agung, Cirebon) dan memintas di Sungai Cisanggarung sampai akhirnya tiba di Batas wilayah Pajajaran dengan Wilayah Jawa, yaitu Sungai Cipamali (Brebes).

Dalam perjalananan SANG BUJANGGA MANIK tidak menceritakan kisah perjalanannya , justru Dia menceritakan TOFOGRAFI atau banyak menyebutkan nama-nama daerah yang dilaluinya. Ini sangat bermanfaat bagi kita saat ini.




Jalan Berbatu hanya ada di Ibukota Pakuan
(Laporan Adolf Winkler thn.1690)


3.Berita dari Laporan & penelitian.


-Laporan H.Ten Dam (1957)



ditulis ulang oleh Moh. Amir Sutaarga dalam bukunya "Prabu Siliwangi", menyebutkan, bahwa ada jalan pedati yang jadi sarana transportasi ke beberapa wilayah Pajajaran.

* Dari Kota Pakuan, ada jalan raya ke wilayah Timur :

Dari Pakuan melalui Cileungsi, Cibarusa, Warunggede, Tanjungpura, Karawang, Cikao, Purwakarta, Sagalaherang, terus belok agak ke selatan untuk menuju wilayah Sumedanglarang, sedikit mengarah ke timur melalui Tomo, Sindangkasih (Majalengka), Rajagaluh, Talaga, terus ke selatan menuju ke Kawali dan berakhir di Karangkamulyan, Galuh.

* Ke Cirebon :

Dari Route diatas tadi di wilayah Rajagaluh, jalan raya itu bercabang sebagian ke utara menuju Palimanan, dan lurus ke timur menuju Singaparna dan Cirebon.


* Sementara dari Kota Pakuan ke wilayah Barat :

Menuju Tanjungbarat, Muaraberes, Tangerang dan berakhir di Banten.Jaringan jalan pedati itu sanggup meningkatkan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Jawa Barat di bawah panji Pajajaran kala itu, yaitu di saat Pajajaran dipimpin oleh Sri Baduga Maharaja (1482-1521) yang oleh sementara versi disebut sebagai Prabu Siliwangi.


Itu untuk menggambarkan betapa masyarakat Sunda pernah mengalami satu zaman yang adil makmur gemah-ripah lohjinawi. Adil pemimpinnya, sejahtera rakyatnya.Jaringan kehidupan sosial-ekonomi di masa itu memungkinkan rakyat untuk menjadi makmur.


Pajajaran, selain memiliki jaringan sarana transportasi darat seperti "highway Pajajaran", juga memiliki beberapa pelabuhan penting, beberapa di antaranya bertindak sebagai pelabuhan internasional. Pelabuhan-pelabuhan itu di antaranya adalah Pontang, Cibanten (keduanya ada di wilayah Banten), Sundakalapa, muara Cisadane, muara Citarum (ujung Karawang), dan muara Cimanuk. Pelabuhan-pelabuhan tersebut masih dipergunakan hingga masa VOC (Husein Djajadiningrat).





Jalan Pedati pada masa Pajajaran banyak melewati Hutan Belantara
dimana dipayungi oleh banyak pohon berusia ratusan tahun.


- Sumber Lainnya.

Apa yang di utarakan adalah sumber berita dari pemerhati sejarah Sunda , seperti : yang ditulis oleh http://www.galuh-purba.com/ yang sumber aslinya tidak saya ketahui , mengatakan :


* Jalan yang ke arah barat dari Pakuan :

melalui Rumpin, Jasinga, dan berakhir di Wahanten Girang (Banten) . Di tempat yang sekarang disebut sebagai situs Banten Girang masih ditemukan sisa-sisanya, berupa tanggul yang mungkin bekas dinding atau pagar jalan raya itu.

* Jalan raya yang ke arah timur, dari Pakwan Pajajaran bergerak ke arah utara, melalui :

Ratujaya (Depok) dan Muaraberes (Cibinong) , lalu berbelok ke timur melalui Cibarusa, Tanjungpura, Karawang, Cikao (Purwakarta), Wanayasa, Kutamaya (Sumedang), dan Karangsambung.
Dari Karangsambung (Kadipaten) jalan itu menuju Sindangkasih (Majalengka), dan dari situ bercabang, satu ke timur ke arah Cirebon me-lalui Rajagaluh, satunya lagi ke arah selatan, melalui Talaga terus ke Kawali.


Jalan yang ke Cirebon terus berbelok ke arah selatan, melalui Kuningan, lalu bertemu dengan jalan dari Talaga di Cikijing, ke Kawali. Alangkah baiknya jika diupayakan melacak jalan raya timur itu.



Jalan raya di kota Bogor (dekat kebun Raya) thn 1880
(Foto: Kang Dadi)


B.Jalan Raya Tahun 1700-an



-LAPORAN ABRAHAM VAN RIEBEECK (1703)

Abraham adalah putera Joan van Riebeeck pendiri Cape Town di Afrika Selatan. Penjelajahannya di daerah Bogor dan sekitarnya dilakukan dalam kedudukan sebagai pegawai tinggi VOC. Dua kali sebagai Inspektur Jenderal dan sekali sebagai Gubernur Jenderal. Kunjungan ke Pakuan tahun 1703 untuk melihat sisa Kota Pakuan , disertai pula oleh istrinya yang digotong dengan tandu.

Rute perjalanan tahun 1703:

Benteng - Cililitan - Tanjung - Serengseng - Pondok Cina - Depok - Pondok Pucug (Citayam) - Bojong Manggis (dekat Bojong Gede) - Kedung Halang - Parung Angsana (Tanah Baru).

Rute perjalanan tahun 1704:

Benteng - Tanah Abang - Karet - Ragunan - Serengseng - Pondok Cina dan seterusnya sama dengan rute 1703.

Rute perjalanan tahun 1709:

Benteng - Tanah Abang - Karet - Serengseng - Pondok Pucung - Bojong Manggis - Pager Wesi - Kedung Badak - Panaragan.

Berbeda dengan Scipio dan Winkler, van Riebeeck selalu datang dari arah Empang. Karena itu ia dapat mengetahui bahwa Pakuan terletak pada sebuah dataran tinggi. Hal ini tidak akan tampak oleh mereka yang memasuki Batutulis dari arah Tajur. Yang khusus dari laporan Van Riebeeck adalah ia selalu menulis tentang "de toegang" (jalan masuk) atau "de opgang" (jalan naik) ke Pakuan.

Beberapa hal yang dapat diungkapkan dari ketiga perjalanan Van Riebeeck adalah:
Alun-alun Empang ternyata bekas alun-alun luar pada zaman Pakuan yang dipisahkan dari benteng Pakuan dengan sebuah parit yang dalam (sekarang parit ini membentang dari Kampung Lolongok sampai Ci Pakancilan).
Tanjakan Bondongan yang sekarang, pada jaman Pakuan merupakan jalan masuk yang sempit dan mendaki sehingga hanya dapat dilalui seorang penunggang kuda atau dua orang berjalan kaki.

Tanah rendah di kedua tepi tanjakan Bondongan dahulu adalah parit-bawah yang terjal dan dasarnya bersambung kepada kaki benteng Pakuan. Jembatan Bondongan yang sekarang dahulunya merupakan pintu gerbang kota.
Di belakang benteng Pakuan pada bagian ini terdapat parit atas yang melingkari pinggir kota Pakuan pada sisi Ci Sadane.


C.Jalan Raya Herman Willem Daendles (1808) - Groote Postweg (Jalan Raya Pos).


Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, membentang 1000 km sepanjang utara Pulau Jawa, dari Anyer sampai Panarukan. Dibangun di bawah perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu : Herman Willem Daendels (1762-1818). Ketika baru saja menginjakkan kakinya di Pulau Jawa Daendels berangan untuk membangun jalur transportasi sepanjang pulau Jawa guna mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Angan-angan Daendels untuk membangun jalan yang membentang antara Pantai Anyer hingga Panarukan, direalisasikannya dengan mewajibkan setiap penguasa pribumi lokal untuk memobilisasi rakyat, dengan target pembuatan jalan sekian kilometer. Yang gagal, termasuk para pekerjanya, dibunuh. Kepala mereka digantung di pucuk-pucuk pepohonan di kiri-kanan ruas jalan. Gubernur Jendral Daendels memang menakutkan. Ia kejam, tak kenal ampun. Degan tangan besinya jalan itu diselesaikan hanya dalam waktu setahun saja (1808). Suatu prestasi yang luar biasa pada zamannya. Karena itulah nama Daendels dan Jalan Raya Pos dikenal dan mendunia hingga kini. Tetapi sumber Ingrris menyebutkan bahwa jumlah pekerja yang tewas adalah sebanyak 12.000 Orang.


Rutenya :


Bermula dari Anyer, Serang, Tangerang , Batavia, Bogor melalui Cibinong, ke Cianjur melalui Puncak terus ke Padalarang , Bandung ,Cileunyi , Tanjungsari , ke Sumedang melalui Cadas Pangeran, Tomo, Kadipaten, Palimanan, Cirebon , Pantura sampai Tuban , Gresik , Surabaya, Probolinggo sampai Panarukan.



Puncak Pas (1880) - Groote Postweg
(Foto : Kang Iman Nugraha)



Puncak Pass (1880)
(Foto : Kang Dadi)




Puncak (1880), dari Sindanglaya ke Cianjur
(Foto : Thunder Community)



Puncak Sindanglaya
(Foto: Thunder Community)




Puncak ke Cianjur thn 1880-an
(Foto: Thunder Community)




Puncak dari Gadog ke Cipanas (1880-an)
(Foto : Thunder Community)



KESIMPULAN :


1.Jalan Raya Pajajaran sebenarnya sudah ada sejak masa Prabu Wretikandayun (thn 700-an) dari Galuh yang juga adalah masih keturunan dari Kerajaan Tarumanegara yaitu Prabu Linggawarman.

2.Jalan Raya Pajajaran (dari Galuh ke Pakuan) adalah jalan yang digunakan masyarakat lampau dan juga para pembesar/Raja dan Permaisuri Raja-raja Sunda yang Hijrah dari Galuh ke Pakuan atau sebaliknya. Karena Ibukota Sunda saat itu sering berpindah di kedua kota itu.

3.Keadaan Jalan Raya saat itu tidak pernah diceritakan oleh sumber sejarah manapun. Tidak ada Naskah daun lontar atau prasasti yang menceritakannya. Kecuali Prasasti Batutulis sedikit mengatakan bahwa Prabu Niskala Wastu Kancana adalah prabu yang telah membuat Parit pertahanan dan jalan berbatu di Pakuan.

4.Sumber sejarah yang mengatakan nama daerah hanya di Naskah Bujangga Manik yang melakukan perjalanan mengunjungi tempat suci di Pulau jawa dan Bali.

5.Hanya H.Ten dam (seorang peneliti Asing) tahun 1957 yang menyebutkan route jalan dari Pakuan ke Galuh di masa kerajaan Pajajaran.

6.Herman Willem Daendels membuat jalan Raya dari Anyer sampai Panarukan untuk membentengi Jawa dari serangan Inggris, dan juga untuk kepentingan Belanda saat itu. Rute yang ditempuh dari Batavia melalui Bogor ke Cianjur dan seterusnya ke Bandung mengikuti rute pasukan Mataram dan Sumedang Larang sewaktu menyerang VOC di Batavia.
===================
sumber :
-Wikipedia Ensiklopedia
-Galuh-purba.com
-Akibalangantrang.blogspot.com
-Urang Sunda@yahoogroups.com