Jalan Raya Pedati Masa Pajajaran , Jalan raya tahun 1700an Dan sesudah Deandles (1808).
Oleh : Kang Yana.
A.Masa Pajajaran.
Keadaan Jalan Raya Pajajaran tidak pernah diceritakan secara panjang lebar oleh para peneliti ataupun penulis manapun didunia ini, hanya sedikit sekali naskah ataupun laporan penulisan mengenai hal ini . Karena memang sebelum kehancuran Pakuan Pajajaran pada tahun 1579 oleh Banten , belum ada seorangpun yang menceritakan / menggambarkan mengenai keadaan masa itu. Tapi dari sedikit cerita itu , kita bisa mengambil kesimpulan-kesimpulan seperti yang akan saya utarakan. Adapun kesimpulan saya itu didasarkan atas :
1. Berita tidak tertulis / cerita pada saat mengunjungi situs Karangkamulyaan, Ciamis.
Pernah mengunjungi stan Rama & Sinta ataupun tentang starwars di Dufan ? kita akan terbawa suasana hati di masa Rama Sinta ataupun masa saat terjadi perang diluar angkasa. Ataupun bila kita datang ke Seaworld Ancol , kita akan terbawa suasana hati berkelana didasar lautan. Seperti itulah bila kita memasuki kawasan situs KARANGKAMULYAAN, CIAMIS , kita akan langsung terbawa suasana masa lampau yang benar-benar masih terasa hingga saat ini. Hutan yang benar-benar lebat , dengan jalan di bawah rimbunnya pohon yang telah berusia ratusan tahun , keheningan yang terasa di telinga walaupun jalan Raya Negara berada tidak jauh dari dalam situs ini, dan yang lebih terasa lagi adalah suasana mistis yang masih menyelimuti kawasan ini bila kita berkunjung kesana. Saat sedang berjalan dibawah rerimbunan pohon yang adalah merupakan jalan dari tanah dan sedikit berlumut karena lembab , saat itulah Ua saya bercerita bahwa jalan yang kita injak ini adalah jalan raya masa lampau , dari masa tahun 800-an sampai tahun 1500-an yang masih tersisa sampai sekarang . Adalah jalan yang menghubungi antara kerajaan Galuh menuju Jawa Tengah ke arah timur dan menuju Pakuan Pajajaran ke arah Barat. Kita langsung terobsesi membayangkan dan merasakan sebagai orang ditahun 1400-an sedang berjalan menyusuri jalan itu.
2.Berita dari Naskah Kuno.
-Naskah Bujangga Manik , kira-kira thn 1400 akhir -1500 (tersimpan dimuseum Perpustakaan Bodleian di Oxford sejak tahun 1627 ).
“Kumaha girita ini ?” Mana sinarieun teuing
Teka ceudeum ceukreum teuing ? Mo hanteu nu kabengkengan.”
Saur sang mahapandita : “Dimana eta geusanna ?
Eundeur nu ceurik sadalem, Seok nu ceurik sajero,
Midangdam sakadatuan. Mo lain dipakancilan:
Tohaan eukeur nu mangkat, Prebu Jaya Pakuan.”
Saurna karah sakini: “Ambuing, tatanghi tingal,
Tarik-tarik dibuhaya. Pawekas pajeueung beungeut
Kita, ambu, deung awaking Hengan sapoe ayeuna.
Aing dek leumpang ka wetan. ” Saanggeus nyaur sakitu
Indit birit Sunda diri Lugay sika sundah leumpang
Sadiri tilu panti, Saturun titungtung surung,
Ulang panapak kalemah Kalangkang ngabiantara
Rejeung deung dayeuhanana Mukakeun panto kowari.
Saundur aing ti umbul, Sadiri ti pakancilan,
Sadatang ka Windu Cinta, Cunduk aing ka manguntur,
Ngalalar ka panycawara, Ngahusir ka Lebuh Ageung
Na leumpang saceundung kaen. Saundur aing ti umbul,
Sadiri ti Pakancylan, Sadatang ka Windu Cinta,
Na leumpang saceundeun kaen. Seok na janma nu nyarek:
“Tohaan na dek ka mana ? Mana sinarieun teuing!
Teka leumpang sosorangan!” Ditanya hanteu dek nyaur.
Nepi ka Pakeun Caringin, Ku ngaing teka kaliwat.
Ngalar ja Nangka Anak, Datang ka Tajur Nyanghalang,
Nyanglandeuh aing di Engkih, Meuntasing di Ci-Haliwung.
Sananyjak aing ka Bangis, Ku ngaing geus kaleumpang,
Nepi ka Talaga Hening, Ngahusir aing ka Peusing.
Na leumpang megat morentang, Meuntas aing di Ci-Lingga.
Sanepi ka Putih Birit, Panyjang tanyjakan ditedak,
Ku ngaing dipeding-peding. Sadatang aing ka Puncak,
Diuk dina mungkal datar, Teher ngahihidan awak.
Teher sia nenyjo gunung; Itu tan a Bukit Ageng,
Hulu wano na Pakuan. Sadiri aing ti inya,
Datang ka alas Eronan. Nepi aing ka Cinangsi,
Meuntas aing di Ci-Tarum. Ku ngaing geus kaleumpangan,
Meuntas di Ci-Punagara, Lurah Medang Kahiangan,
Ngalalar ka Tompo Omas, Meuntas aing di Ci-manuk,
Ngalalar ka Pada Beunghar, Ngalalar aing ka Conam,
Ka tukang bukit Cremay. Saucunduk ka Luhur Agung,
Meuntasing di Ci-Sanggarung. Sadatang ka tuntung Sunda,
Meuntasing di Ci-Pamali, Datang ka alas Jawa.
Ku ngaing geus kaideran Lurah-lerih Majapahit,
Palataran alas Demak Sanepi ka Jati Sari,
Datang aing ka Pamalang. Diinyana aing teu heubeul.
* Huruf berwarna merah adalah nama Daerah saat itu , sebagian besar masih sama namanya sampai saat ini.

Tidak melalui jalan Raya Pajajaran saat itu.

ditulis ulang oleh Moh. Amir Sutaarga dalam bukunya "Prabu Siliwangi", menyebutkan, bahwa ada jalan pedati yang jadi sarana transportasi ke beberapa wilayah Pajajaran.

dimana dipayungi oleh banyak pohon berusia ratusan tahun.
* Jalan yang ke arah barat dari Pakuan :

(Foto: Kang Dadi)
Abraham adalah putera Joan van Riebeeck pendiri Cape Town di Afrika Selatan. Penjelajahannya di daerah Bogor dan sekitarnya dilakukan dalam kedudukan sebagai pegawai tinggi VOC. Dua kali sebagai Inspektur Jenderal dan sekali sebagai Gubernur Jenderal. Kunjungan ke Pakuan tahun 1703 untuk melihat sisa Kota Pakuan , disertai pula oleh istrinya yang digotong dengan tandu.
Alun-alun Empang ternyata bekas alun-alun luar pada zaman Pakuan yang dipisahkan dari benteng Pakuan dengan sebuah parit yang dalam (sekarang parit ini membentang dari Kampung Lolongok sampai Ci Pakancilan).
Tanjakan Bondongan yang sekarang, pada jaman Pakuan merupakan jalan masuk yang sempit dan mendaki sehingga hanya dapat dilalui seorang penunggang kuda atau dua orang berjalan kaki.
Di belakang benteng Pakuan pada bagian ini terdapat parit atas yang melingkari pinggir kota Pakuan pada sisi Ci Sadane.
C.Jalan Raya Herman Willem Daendles (1808) - Groote Postweg (Jalan Raya Pos).
Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, membentang 1000 km sepanjang utara Pulau Jawa, dari Anyer sampai Panarukan. Dibangun di bawah perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu : Herman Willem Daendels (1762-1818). Ketika baru saja menginjakkan kakinya di Pulau Jawa Daendels berangan untuk membangun jalur transportasi sepanjang pulau Jawa guna mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Angan-angan Daendels untuk membangun jalan yang membentang antara Pantai Anyer hingga Panarukan, direalisasikannya dengan mewajibkan setiap penguasa pribumi lokal untuk memobilisasi rakyat, dengan target pembuatan jalan sekian kilometer. Yang gagal, termasuk para pekerjanya, dibunuh. Kepala mereka digantung di pucuk-pucuk pepohonan di kiri-kanan ruas jalan. Gubernur Jendral Daendels memang menakutkan. Ia kejam, tak kenal ampun. Degan tangan besinya jalan itu diselesaikan hanya dalam waktu setahun saja (1808). Suatu prestasi yang luar biasa pada zamannya. Karena itulah nama Daendels dan Jalan Raya Pos dikenal dan mendunia hingga kini. Tetapi sumber Ingrris menyebutkan bahwa jumlah pekerja yang tewas adalah sebanyak 12.000 Orang.
Rutenya :
Bermula dari Anyer, Serang, Tangerang , Batavia, Bogor melalui Cibinong, ke Cianjur melalui Puncak terus ke Padalarang , Bandung ,Cileunyi , Tanjungsari , ke Sumedang melalui Cadas Pangeran, Tomo, Kadipaten, Palimanan, Cirebon , Pantura sampai Tuban , Gresik , Surabaya, Probolinggo sampai Panarukan.

(Foto : Kang Iman Nugraha)

(Foto : Kang Dadi)
-thunder.jpg)
(Foto : Thunder Community)

(Foto: Thunder Community)

(Foto: Thunder Community)
3.Keadaan Jalan Raya saat itu tidak pernah diceritakan oleh sumber sejarah manapun. Tidak ada Naskah daun lontar atau prasasti yang menceritakannya. Kecuali Prasasti Batutulis sedikit mengatakan bahwa Prabu Niskala Wastu Kancana adalah prabu yang telah membuat Parit pertahanan dan jalan berbatu di Pakuan.
5.Hanya H.Ten dam (seorang peneliti Asing) tahun 1957 yang menyebutkan route jalan dari Pakuan ke Galuh di masa kerajaan Pajajaran.
-Urang Sunda@yahoogroups.com